Wahanaadvokat.com | Pengawasan internal yang dimiliki Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dinilai Indonesia Corruption Watch (ICW) telah gagal menjalankan fungsinya.
Penilaian itu merespons penanganan kasus dugaan suap pengurusan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor Tahun Anggaran 2021 oleh KPK. Ada empat auditor BPK Perwakilan Jawa Barat yang menjadi tersangka.
Baca Juga:
BPK Ungkap Kasus Besar: Kerugian Keuangan Negara Rp 60,04 Miliar dari Proyek PetroChina
"Kasus korupsi jual beli predikat WTP [Wajar Tanpa Pengecualian] yang melibatkan internal BPK telah terjadi berulang kali. Instrumen pengawasan internal yang dimiliki oleh BPK gagal menjalankan fungsinya," ujar Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Egi Primayogha, Kamis (28/4).
Menurut Egi, keadaan tersebut memperlihatkan bahwa BPK tidak pernah serius melakukan perbaikan.
Ia menambahkan predikat WTP tidak menjamin suatu instansi pemerintah bebas dari korupsi. Praktik jual beli predikat WTP, menurut dia, cenderung dilakukan untuk menjaga gengsi atau membohongi publik.
Baca Juga:
BPK Terpilih di Kecamatan Sultan Daulat Belum Dilantik, Pemdes Kecewa Kepada Pj Wali Kota
"Musabab penekanan yang diberikan oleh BPK adalah kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku ataupun laporan keuangan yang sudah sesuai dengan Standar Pelaporan Keuangan Negara," tutur Egi.
"Kasus-kasus korupsi bahkan kerap terjadi di daerah yang mendapat predikat WTP," imbuhnya.
Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM), Zaenur Rohman, berpendapat harus ada perbaikan mendasar yang bukan hanya sekadar jargon. Ia menyoroti soal kultur buruk auditor BPK menerima sesuatu.
"Kultur menerima pemberian itu harus benar-benar dihilangkan dari lembaga audit," kata Zaenur melansir dari CNNIndonesia.com melalui pesan suara, Kamis (28/4).
Ia menyoroti pengawasan di internal BPK sebagai instrumen yang harus diperkuat jika ingin menghilangkan kultur dimaksud.
"Bagaimana pengawasan di internal BPK yang dapat menjamin para auditornya itu tidak bermain mata, tidak mudah menerima iming-iming, apalagi sudah dalam bentuk pemberian," ungkap Zaenur.
Di satu sisi, Ketua BPK, Isma Yatun, mengatakan kasus dugaan suap laporan keuangan Pemkab Bogor yang menyeret anggota BPK Perwakilan Jawa Barat menjadi pukulan berat bagi lembaganya.
"Ini merupakan pukulan berat bagi BPK sekaligus sebagai advance warning (peringatan dini) bagi institusi kami," kata Isma Yatun di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/4).
Ia memastikan pihaknya akan terus memperkuat komitmen penegakan nilai-nilai dasar integritas, independensi, dan profesionalisme dalam setiap pelaksanaan tugas.
"Nilai-nilai tersebut menjadi landasan institusi kami dan dilaksanakan oleh seluruh pegawai BPK di mana pun berada," pungkasnya.
Dalam kasus dugaan suap pengurusan laporan keuangan Pemkab Bogor Tahun Anggaran 2021, KPK menetapkan delapan orang sebagai tersangka.
Sebagai pemberi suap ada Ade Yasin, Kasubid Kas Daerah BPKAD Kabupaten Bogor, Ihsan Ayatullah; Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Bogor, Maulana Adam; dan PPK pada Dinas PUPR Kabupaten Bogor, Rizki Taufik.
Sedangkan empat tersangka selaku penerima suap yaitu Kasub Auditorat Jabar III/Pengendali Teknis BPK Perwakilan Jawa Barat, Anthon Merdiansyah; Ketua Tim Audit Interim Kabupaten Bogor, Arko Mulawan; serta dua pemeriksa pada BPK Perwakilan Jawa Barat, Hendra Nur Rahmatullah Karwita dan Gerri Ginajar Trie Rahmatullah. [tum]