"Insya Allah minggu depan ini, Senin, kita akan membahas Prolegnas prioritas 2022 tentunya ini dua undang-undang ini komulatif terbuka yang akan kita usul menjadi salah satu rancangan revisi undang-undang (RUU) yang masuk dalam komulatif itu dan masuk prolegnas 2022," ucap Firman.
Ia mengatakan, bahwa undang-undang ini sangat dibutuhkan. Untuk itu, pihaknya akan gerak cepat dan segera memperbaiki. Karena, jangan sampai menimbulkan adanya ketidakpastian hukum dan menimbulkan ketidakpastian iklim usaha yang baik.
Baca Juga:
Baleg DPR-Pemerintah Sepakati Gubernur DKJ Dipilih dalam Pilkada 1 Putaran
"Sehingga mengakibatkan keterpurukan ekonomi kita dan kemudian berakibat buruk adalah pengangguran pengangguran semakin banyak dan kemudian buru-buru mesti terjadi PHK besar-besaran kalau sampai perusahaan-perusahaan yang menginvestasikan modalnya ini hengkang dari Indonesia," jelasnya.
Ia juga menambahkan, DPR bersama Presiden melalui Menteri Koordinator tentunya memiliki pemikiran yang besar untuk kepentingan bangsa kepentingan negara untuk dalam situasi kondisi seperti sekarang ini.
Oleh karena itu, jangan sampai tertinggal dengan negara-negara lain yang sudah melakukan penyederhanaan regulasi.
Baca Juga:
Mendagri Ungkap Jakarta Bakal Diperluas Jadi Kota Aglomerasi, Apa Itu?
"Jadi tahapan-tahapan akan kita lampaui akan kita lalui dengan kehati-hatian tentunya kehati-hatian ini jangan sampai nanti juga dilakukan jiar lagi. Kemudian dibatalkan lagi ini menjadi persoalan yang tidak ada ujungnya. Padahal tantangan-tantangan semakin besar yang dihadapi kita akibat daripada wabah pandemi Covid-19," jelas Firman.
Sebelumnya diberitakan, Majelis Hakim MK dalam putusannya menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
"Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan ini diucapkan'," kata Ketua MK Anwar Usman.