Wahanaadvokat.com | Penerapan keadilan restoratif oleh aparat penegak hukum di Indonesia menurut pakar hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Rizka, sebagai terobosan dalam membangun hukum dan keadilan yang humanis.
"Keadilan restoratif ini perlu marak dilakukan. Ini sebagai terobosan dalam menghadirkan hukum ataupun keadilan yang humanistik. Jadi, kasus-kasus yang tergolong ringan, seperti yang pernah terjadi, yaitu anak menjual isi rumah untuk pacarnya, sebetulnya menurut saya, tidak perlu masuk ke ranah hukum pidana," ujar Rizka.
Baca Juga:
Kejari Tangerang Selesaikan Pencurian dengan Restorative Justice
Hal itu dikemukakan Rizka saat menjadi narasumber dalam bincang-bincang kuliah pakar bertajuk Hukum yang Humanis dan Berkeadilan di Era Society 5.0 yang disiarkan langsung di kanal YouTube Pascasarjana UMM, dipantau dari Jakarta, Rabu (12/1/2022).
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa keadilan restoratif merupakan suatu bentuk penyelesaian perkara pidana melalui proses musyawarah.
Proses musyawarah itu, kata Rizka, melibatkan pelaku, korban, dan keluarga kedua belah pihak ataupun pihak-pihak lain yang terkait dalam perkara bersangkutan.
Baca Juga:
PERMA Nomor 1 Tahun 2024, Komnas Perempuan: Keadilan Restoratif Penting untuk Pemulihan dan Keadilan Korban
"Jadi, para pihak itu bersama-sama menyelesaikan perkaranya secara adil dan seimbang, baik bagi korban maupun pelaku. Dengan demikian, hasilnya adalah pemulihan kembali pada keadaan semula dan tercipta hubungan baik di tengah masyarakat," ucap Rizka.
Sejauh ini, Rizka memandang banyak kasus di Indonesia yang tergolong ringan namun justru digolongkan ke dalam hukum pidana, terutama kasus-kasus yang melibatkan sesama anggota keluarga.
"Seperti kasus anak yang melaporkan ibunya soal warisan, itu 'kan seharusnya tidak perlu dimasukkan dalam pidana, dihukum, atau ada yang di penjara. Sekarang, orang mudah sekali melaporkan hukum, padahal ranah-ranah itu bisa diselesaikan secara humanistik melalui penyelesaian secara kekeluargaan," ujar Rizka.