Namun demikian, korban malah tak mendapat untung setelah bergabung sebagai pengguna aplikasi tersebut.
Penawaran yang diberikan tersangka tak sesuai dengan aturan yang dikeluarkan oleh Jakarta Futures Exchange. Dimana, setiap transaksi komoditi wajib memiliki selisih dengan nilai maksimal 0,5 persen.
Baca Juga:
Usut Laporan Jokowi soal Ijazah, Polda Metro Jaya Pakai Penyelidikan Bareskrim
"Namun dalam kenyataannya, Binary Option FBS menerapkan spread yang terlalu tinggi sebesar 1,3 persen per transaksinya, yang mana spread tersebut diluar dari nilai kewajaran yang sudah ditetapkan oleh Jakarta Futures Exchanges," jelas Whinus.
Oleh sebab itu, korban melaporkan telah merugi Rp8,64 juta sejak Oktober 2021 lalu lantaran melakukan top up via aplikasi FBS namun tak kunjung untung.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat melanggar Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 45A ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 106 Undang-undang Republik Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan.
Baca Juga:
Lindungi Peserta dari Penipuan Digital, TASPEN Gandeng Bareskrim Polri
Dan atau Pasal 80 (1) Undang-undang RI Nomor 3 tahun 2011 tentang Transfer Dana dan atau Pasal 10 Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang terhadap aplikasi trading Perdagangan Berjangka Komoditi tidak berizin.
"Dengan ancaman Pidana paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar," tandas Whisnu. [tum]