Wahanaadvokat.com | Seperti diberitakan, Nurhayati merupakan Bendaraha Desa Citemu yang sebelumnya melaporkan dugaan tindak korupsi atasannya sendiri, yakni Kepala Desa Citemu berinisial S.
Namun kasus pelapor dugaan korupsi justru membuat dia jadi tersangka.
Baca Juga:
Soal Gugat Perdata, Kuasa Hukum Nurhayati: Tidak Ada Rencana
Kasusnya pun menjadi sorotan setelah Nurhayati mengungkapkan kekecewaannya melalui video yang kemudian menjadi viral.
Lantas, apa saja fakta-fakta terkait kasus pelapor dugaan korupsi justru jadi tersangka ini?
Berikut rangkum kasus yang menjerat Nurhayati dari berbagai sumber yang dikutip dari Tribunnews.com, Minggu (20/2/2022).
Baca Juga:
Penuhi Rasa Keadilan, Komjak: SKP2 Untuk Nurhayati Sudah Tepat
Nurhayati Meluapkan Kekecewaan dalam Video
Nurhayati kini merasa kecewa. Nasibnya gelap karena menjadi tersangka. Ia mencurahkan isi hatinya melalui video berdurasi 2 menit 51 detik yang kemudian viral dan menyentuh hati warganet di media sosial.
Dalam video itu, Nurhayati mengaku telah meluangkan waktunya selama dua tahun untuk membantu penyidik memeriksa dugaan kasus korupsi tersebut. Namun, ia justru kecewa lantaran ditetapkan menjadi tersangka.
"Saya pribadi yang tidak mengerti hukum merasa janggal, karena saya sendiri sebagai pelapor (jadi tersangka). Saya ingin mengungkapkan kekecewaan saya terhadap aparat penegak hukum dalam mentersangkakan saya," ujar Nurhayati, dalam video tersebut.
"Di ujung akhir tahun 2021, saya ditetapkan jadi tersangka atas dasar petunjuk dari Kejari. Surat penetapan tersangka tersebut diserahkan langsung Kanit Tipidkor Satreskrim Polres Cirebon Kota," kata Nurhayati.
Untuk itu, dalam videonya Nurhayati meminta perlindungan sebagai pelapor dan saksi dalam kasus dugaan korupsi di Desa Citemu itu.
Nurhayati juga mengaku siap disumpah untuk membuktikan tidak menikmati uang hasil dugaan korupsi tersebut.
"Apakah hanya karena petunjuk Kejari saya harus dijadikan tersangka untuk mendorong proses P21 kuwu tersebut. Di mana letak perlindungan untuk saya sebagai pelapor dan saksi," ujar Nurhayati.
Awal Mula Kasus hingga Penetapan Tersangka
Kasus bermula saat Nurhayati melaporkan Kades Citemu berinisal S ke Polres Cirebon. Hal itu lantaran sang Kades diduga menggunakan dana desa untuk kepentingan pribadi.
Proses penyelidikan pun dimulai. Oleh Polres Cirebon, berkas dinyatakan lengkap. Kepala Desa S ditetapkan tersangka dan berkas diserahkan ke Kejari Cirebon untuk segera diadili.
Namun, belakangan, Kejari Cirebon mengembalikan berkas tersebut dan meminta penyidik Satreskrim Polres Cirebon Kota untuk melengkapi berkas.
"Penyidik Satreskrim Polres Cirebon Kota melengkapi berkas tersebut sesuai petunjuk dari JPU," ujar Kapolres Cirebon Kota, AKBP M Fahri Siregar di Cirebon, Sabtu (19/2/2022).
Salah satu yang dilakukan Polres Cirebon dalam melengkapi petunjuk itu, yakni dengan menetapkan Nurhayati sebagai tersangka. Sontak, penetapan tersangka itu membuat Nurhayati sakit hati.
Sebab, dia yang melaporkan kasus korupsi dana desa bahkan tidak menerima uang hasil korupsi, namun justru dijadikan tersangka.
Polisi Sebut Penetapan Tersangka Seusai Prosedur
Kapolres Cirebon Kota, AKBP M Fahri Siregar, memastikan penetapan Nurhayati sebagai tersangka kasus dugaan korupsi APBDes Citemu tahun anggaran 2018-2020 sudah sesuai prosedur dan kaidah hukum.
Menurut dia, penetapan tersangka itu berdasarkan petunjuk dari jaksa penuntut umum (JPU) yang dituangkan dalam berita acara koordinasi dan konsultasi sehingga ditindaklanjuti penyidik.
"Dari berkas perkara S yang dinyatakan belum lengkap atau P19 JPU memberikan petunjuk kepada penyidik untuk memeriksa mendalam terhadap Saudari Nurhayati," kata M Fahri Siregar saat konferensi pers di Mapolres Cirebon Kota, Jalan Veteran, Kota Cirebon, Sabtu (19/2/2022).
Ia mengatakan, dalam hukum pidana diatur adanya kewajiban bagi penyidik untuk melengkapi berkas sesuai petunjuk yang diberikan oleh JPU.
Selain itu, penyidik juga wajib melengkapi berkas tersebut paling lambat 14 hari setelah berkas tersebut diterima kembali dari JPU kejaksaan negeri.
"Jadi, penetapan tersangka Saudari Nurhayati sudah sesuai kaidah dan prosedur hukum yang berlaku, karena sesuai petunjuk dari JPU," ujar M Fahri Siregar.
Pihaknya mengakui Nurhayati telah ditetapkan sebagai tersangka meski belum terbukti apakah turut menikmati uang hasil korupsi tersebut.
Pasalnya, Nurhayati telah 16 kali menyerahkan anggaran yang seharusnya diserahkan ke kaur atau Kasi Pelaksana Kegiatan, S, dan mengakibatkan kerugian negara Rp 818 juta.
Fahri menyampaikan, tindakan itu melanggar Pasal 66 Permendagri Momor 20 Tahun 2018 yang mengatur tata kelola regulasi dan sistem administrasi keuangan.
"Kami sebagai pelayan masyarakat juga membuka peluang konsultasi dan diskusi dengan pihak terkait mengenai hal ini," kata M Fahri Siregar.
Kejelian Jaksa Kembalikan Berkas ke Polisi
Dalam menangani kasus ini, Nurhayati yang melaporkan kasus itu ke Polres Cirebon Kota tidak ditetapkan tersangka, hanya berstatus saksi.
Namun, saat berkas dari Polres Cirebon Kota melimpahkan berkas itu ke Kejari Cirebon karena sudah P- 19 atau berkas lengkap, ternyata, jaksa memberikan petunjuk.
Alasannya, Nurhayati melanggar Pasal 66 ayat Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
Ia mengatakan, hal itu untuk memastikan perbuatan Nurhayati sebagai bendahara desa yang telah memperkaya S termasuk kategori tindakan melawan hukum atau tidak.
"Walaupun Nurhayati kooperatif dalam memberi keterangan kepada penyidik, tapi tindakannya masuk dalam rangkaian terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan Supriyadi," kata M Fahri Siregar.
Atas dasar itu, pihaknya pun menetapkan Nurhayati sebagai tersangka karena melanggar Pasal 66 Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 yang mengatur tata kelola regulasi dan sistem administrasi keuangan.
"Itu berlangsung dari 2018 hingga 2020, sehingga tindakannya melanggar Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2021 jo Pasal 55 KUHP," kata AKBP M Fahri Siregar.
Pasal 2 ayat (1) UU 31/1999 menyatakan:
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 M.
Penetapan tersangka Nurhayati diduga karena perbuatannya melanggar Pasal 66 Permendagri Tentang Pengelolaan Keuangan Desa turut memperkaya Supriyadi sang Kades Citemu.
Pembelaan Pihak Desa pada Nurhayati
Ketua Badan Permusyawaratan Desa, Lukman Nurhakim ikut merasa kecewa atas penetapan Nurhayati sebagai tersangka.
Menurut Lukman, perbuatan Nurhayati yang disebut ikut membantu proses pencairan dana tidak masuk akal. Sebab, hal itu merupakan tugasnya sebagai bendahara desa.
"Kalau hanya dia mencairkan itu memang hanya tugasnya, dan dia itu melaporkan karena sudah luar biasa tindak korupsinya," kata Lukman, dikutip dari tayangan tvOne, Minggu (20/2/2022).
Kini, pihaknya pun berupaya melakukan pendampingan dan melindungi Nurhayati.
"Seharusnya kan dilindungi bukan ditekan seperti ini, saya bilang ini seakan mematikan api yang sedang menyala untuk pemberantasan korupsi," jelasnya. [tum]