Lebih lanjut dalam pertimbangannya, hakim kasasi menyebut Permen Kelautan dan Perikanan No 12/PERMEN-KP/2020 tersebut mensyaratkan pengekspor untuk mendapat benih bening lobster (BBL) dari nelayan kecil penangkap BBL.
"Sehingga jelas perbuatan terdakwa tersebut untuk menyejahterakan masyarakat khususnya nelayan kecil," kata hakim.
Baca Juga:
Prabowo Gelar Pertemuan Bilateral dengan Presiden Macron di KTT G20 Brasil
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut Edhy Prabowo divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan, kewajiban untuk membayar uang pengganti sejumlah 9.687.457.219 dan 77 ribu dolar AS serta pencabutan untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun sejak selesai menjalani hukuman.
Kemudian majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 15 Juli 2021 menjatuhkan vonis yang sama dengan tuntutan yaitu 5 tahun penjara ditambah denda Rp400 juta subisider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti dan pencabutan hak dipilih selama 2 tahun.
Baca Juga:
Prabowo Tegaskan Komitmen Indonesia pada Pembangunan Berkelanjutan dan Transisi Energi
Namun pada 21 Oktober 2021, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis Edhy menjadi 9 tahun penjara ditambah denda sebesar Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan, membayar uang pengganti sejumlah Rp9.687.457.219 dan 77 ribu dolar AS serta pencabutan untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun.
Atas putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tersebut maka Edhy Prabowo mengajukan kasasi pada 18 Januari 2022.
Dalam perkara ini Edhy terbukti menerima suap senilai 77 ribu dolar AS dan Rp24.625.587.250 dari pengusaha terkait ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur. [tum]