Wahanaadvokat.com I Meningkatnya aktivitas digital perbankan nyatanya juga diikuti dengan meningkatnya kejahatan siber seperti kebocoran data sehingga data dapat diperjualbelikan.
Pandemi COVID-19 memaksa semua orang beraktivitas dengan memanfaatkan akses digital, tak terkecuali dari sektor perbankan.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Sayangnya, banyak masyarakat yang masih menganggap bahwa hal ini murni kesalahan dari pihak bank. Padahal, kejahatan siber yang saat ini marak terjadi disebabkan oleh social engineering.
Diktip dari CNBC Indonesia, social engineering sendiri dapat diartikan sebagai kejahatan manipulasi atau memanfaatkan psikologi korban, baik disadari atau tidak, yang umumnya dilakukan melalui telepon, SMS, e-mail, maupun berbagai sosial media untuk mendapatkan data korban.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Pakar Keamanan Siber Vaksincom, Alfons A Tanujaya, mengatakan dari sisi kesiapan keamanan siber, sektor keuangan termasuk yang highly-regulated. Sehingga, secara sektoral kesadaran akan keamanan di sektor finansial termasuk yang paling tinggi dibandingkan sektor lainnya. Menurutnya, yang menjadi masalah keamanan di sektor finansial ini adalah karena sektor ini terikat dengan sektor yang membutuhkan data kependudukan yang dikelola pemerintah.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Menurut Alfons, celakanya, sektor keamanan data di pemerintahan masih agak lemah, sehingga data kependudukan dapat bocor melalui sektor pemerintahan, lalu digunakan untuk kejahatan siber yang terjadi pada sektor perbankan seperti untuk membuka akun yang menampung hasil kejahatan.
Kejahatan penipuan bank juga memiliki banyak jenisnya, seperti menggunakan data kartu kredit palsu untuk belanja yang sempat membuat negara Indonesia masuk daftar hitam penerbit kartu kredit, pemalsuan data kependudukan untuk menguras rekening korban, hingga penggunaan rekening bank bodong dengan KTP aspal guna menampung data untuk kejahatan digital seperti toko online penipu, penipuan menang undian dan sejenisnya.
Faktanya, banyak kebocoran data dihasilkan dari social engineering dengan menipu psikologis korban untuk membeberkan data sebagai faktor utama penyebab seringnya data kecolongan. Di perbankan, pada umumnya tidak terjadi kebocoran data karena sistemnya yang sudah proven atau sulit untuk dibobol.