Advokat.WahanaNews.co | Terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte divonis 5 bulan 15 hari atau 5,5 bulan penjara atas perbuatannya melakukan penganiayaan dan melumurkan tinja ke wajah M Kece.
Eks Kadiv Hubinter Bareskrim Polri ini beranggapan hukumannya sebagai wujud perlindungan Tuhan dari kasus yang menimpa koorps Bhayangkara, yakni Irjen Ferdy Sambo yang menyebabkan kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Baca Juga:
Daftar 6 Jenderal Polisi yang Dipenjara, Terbaru ada Irjen Teddy Minahasa
"Saya pikir ini semua cara Tuhan membantu dukung, membukakan, menyelamatkan saya dari kekufuran yang saat ini terjadi,” kata Napoleon Bonaparte saat ditemui seusai sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (15/9/2022).
“Saya dimasukkan ke tempat ini. Nampaknya Allah sedang memyelamatkan saya dari kekhufuran," ujarnya menambahkan.
Mulanya, Napoleon enggan merinci soal kekufuran yang dimaksud. Namun saat dikonfirmasi apakah kekhufuran itu adalah kasus Ferdy Sambo, Napoleon membenarkannya.
Baca Juga:
Irjen Napoleon Bereaksi Usai Dikabarkan Bakal Satu Sel dengan Ferdy Sambo
"Iya (kasus Ferdy Sambo). Sudahlah dan saya selamat loh dari itu semua. Alhamdulilah, dari hal kotor dan kufur," ucapnya.
Napoleon pun menegaskan bahwa dirinya akan tetap positif menjalani hukuman yang telah diterimanya.
"Semangat terus, jeruji besi tidak akan menghancurkan mental saya. Apalagi fisik, saya tetap sehat," kata Napoleon.
Irjen Napoleon Bonaparte resmi divonis 5 bulan 15 hari atau 5,5 bulan penjara atas perbuatannya melakukan penganiayaan dan melumurkan tinja ke M Kece.
Vonis itu diberikan Majelis Hakim dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (15/9/2022).
Eks Kadiv Hubinter Bareskrim Polri ini berkomentar terkait vonis yang diterimanya.
Menurut Napoleon, hukuman 5,5 bulan penjara adalah bukti intervensi hukum. Napoleon pun menyoroti pasal yang disangkakan kepadanya.
Menurut dia, pasal yang seharusnya diberikan kepadanya ialah 352 KUHP tentang Penganiayaan Ringan, bukan Pasal 351 KUHP Tentang Penganiyaan.
“Ini bukti bahwa Yudikatif diintervensi oleh Eksekutif karena secara hukum oleh Bung Yani (Ahmad Yani, Kuasa Hukum Napoleon) sudah disampaikan yang harusnya dikenakan Pasal 352. Itu penganiayaan ringan bukan berat,” kata Napoleon Bonaparte selepas sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (15/9/2022).
Dalam kasus ini, lanjut Napoleon, ia mengklaim dirinya melakukan upaya membela agama, yang dianggap sebagai tindakan besar.
“Kedua, dari sudut pandang agama ini kan mujahid ini bela agama loh bukan main-main,” ujarnya.
“Jadi problem seriusnya jadi yuridis prudensi mujahid membela agama dihukum. Itu menurut saya kedzoliman tersendiri dari hakim,” sambung Napoleon.
Jenderal bintang dua Polri ini pun mengakui bahwa perbuatannya terhadap M Kace adalah tindakan yang berisiko. Namun menurut dia, hal itu dilakukan karena M Kece melakukan provokasi menistakan agama Islam.
"Saya penegak hukum kok. Paham risiko itu saya ambil, karena yang paling penting enggak ada lagi penista agama yang melakukan aksinya. Enggak ada lagi dan terbukti, apa yang saya lakukan tahun lalu ada dampaknya. Enggak ada lagi yang muncul. Harus begitu. Harusnya pemerintah yang turun bukan saya," ujarnya.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis 5 bulan 15 hari kurungan penjara Irjen Napoleon Bonaparte dalam perkara dugaan penganiayaan M. Kece.
Vonis terhadap Irjen Napoleon itu dibacakan Hakim Ketua Djuyamto dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (15/9/2022).
“Mengadili, menyatakan Irjen Polisi Napoleon Bonaparte telah terbukti secara sah dan meyakinkan beserta rombongan tindak pidana penganiayaan dan penganiayaan secara bersama-sama.
“Menjatuhkan pidana oleh karena itu terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte dengan pidana penjara selama 5 bulan dan 15 hari,” kata Djuyamto membacakan vonis dalam sidang.
Adapun Irjen Napoleon dinyatakan bersalah melanggar Pasal 351 ayat 1 juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP dan Pasal 351 ayat (1) KUHP.
Hakim Ketua Djuyamto mengungkap pertimbangan vonis hukuman bagi Napoleon, di antaranya ialah sebagai Perwira Tinggi Jenderal bintang dua di Polri.
“Menimbang bahwa dengan demikian sebagai anggota Polri dengan pangkat perwira tinggi sudah seharusnya terdakwa mengerti dan memahami respons seperti apa yang tepat,” kata Djuyamto dalam sidang tersebut.
Pertimbangan Majelis Hakim
Menurut Majelis, upaya yang seharusnya dilakukan jika seseorang melakukan dugaan penistaan agama adalah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, yakni melaporkan ke pihak berwajib.
“Menimbang bahwa jika perbuatan sebagaimana dilakukan terdakwa dibenarkan dengam alasan melakukan pembelaan agama, maka semua orang akan melakuakan hal-hal yang serupa dengan alasan pembelaan agama masing-masing,” katanya.
Selain itu, tindakan yang dilakukann Irjen Napoleon berpotensi menimbulkan kekacauan, terlebih mantan Kadiv Hubinter Bareskrim Polri itu dianggap memahami ketentuan Perundang-undangan yang berlaku untuk menindak pelaku penistaan agama.
“Sudah banyak pelaku kasus penistaan agama, atau penghinaan agama termasuk saksi M Kace dijatuhi pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang yang berlaku,” ujarnya.
Hal memberatkan dan meringankan
Majelis hakim turut membacakan hal yang meringankan dan memberatkan bagi terdakwa. Tindakan Napoleon, kata Hakim, telah menyebabkan M Kace sebagai saksi dalam perkara ini mengalami luka-luka.
Adapun hal yang meringankan ialah terdakwa dianggap bersikap sopan dalam persidangan. Kemudian antara Napoleon dengan M Kace sudah saling memaafkan.
“Yang meringankan, terdakwa sopan di persidangan. Terdakwa dengan M Kace telah sudah saling memaafkan," kata Majelis Hakim. [tum]