Wahanaadvokat.com I Mahfud MD mengajak semua elemen bersatu padu menciptakan budaya antikorupsi dengan membangun kesadaran hukum.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) itu pun menekankan agar tidak hanya takut pada hukum.
Baca Juga:
Mahfud MD: Pemisahan Pemilu Bukan Ranah MK, Bisa Buka Celah Kekacauan Politik
Sebab, menurutnya, jika takut kepada hukum, maka tindakan itu bisa diakali.
Hal tersebut Mahfud sampaikan saat menjado keynote speech pada acara peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2021 dengan tema ‘Perkuat Budaya Antikorupsi, Wujudkan Kemenkeu Satu Yang Terpercaya Menuju Indonesia Tangguh dan Tumbuh’. Acara ini diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) secara daring, pada Rabu (8/12).
"Kita sudah mengadopsi berbagai aturan yang bagus untuk memberantas korupsi. Kita sudah membentuk lembaga yang banyak untuk memberantas korupsi, tetapi korupsi masih banyak juga. Mari kita membangun kesadaran di kalangan kita bahwa memberantas korupsi itu jangan hanya takut pada hukum, karena kalau takut kepada hukum itu bisa diakali," kata Mahfud dalam keterangannya, Rabu (8/12).
Baca Juga:
Lambat Usut HGB Pagar Laut, Mahfud MD Kritik Keras Aparat Hukum
Ia menilai, hal ini terjadi karena pembangunan budaya antikorupsi yang kurang. Sehingga pemberantasan rasuah itu hanya terjadi diawal-awal. Mahfud menyebut, ketika terjadi perubahan politik sesudah reformasi 1998, sampai kira-kira tahun 2003, tidak ada korupsi. "Orang takut, karena hukumnya ada, sekarang sudah ada KPK, ada ini, ada itu, jadi takut. Tetapi beberapa saat setelah itu, berkembang, berkembang, berkembang lagi. Apa yang terjadi? Sudah budaya, kata orang," tuturnya.
Mahfud menitikberatkan bahwa pola pemikiran seperti itu tidak boleh terjadi. Ia menjelaskan, jika masyarakat percaya bahwa korupsi itu adalah budaya, maka ada dua hal yang sangat membahayakan. Pertama, kata dia, orang akan menjadi permisif karena budaya itu adalah sesuatu kebiasaan yang tumbuh selama bertahun-tahun sebagai perilaku. Sehingga tidak bisa diubah. Hal itu, menurut dia, sangat berbahaya.
“Jangan sampai kita menjadi seorang yang fatalis, menjadi negara yang ‘biarin aja toh itu budaya.' Itu juga tentu bertentangan dengan definisi budaya, bahwa budaya itu menimbulkan kehalusan budi, tingkah laku, menimbulkan perilaku yang muncul dari hati nurani yang halus. Budaya tidak menimbulkan korupsi, dan tidak boleh korupsi itu menjadi budaya,” ungkap dia.