“Padahal, perusahaan ini dalam keadaan pailit dan pemilik PT. BEP, yakni Herry Beng Koestanto masih meringkuk di Lembaga Pemasyarakatan Salemba,” tutur Boyamin.
Sementara itu, Pimpinan Komisi VII DPR RI Bambang Haryadi menyoal IUP OP PT BEP yang selama ini mendapat sorotan publik dan LSM karena diduga melaksanakan usaha pertambangan batu bara secara ilegal di Kalimantan Timur.
Baca Juga:
Pemberantasan Korupsi Tidak Optimal, MAKI Dorong Pemerintah Sahkan RUU Perampasan Aset
Bambang Haryadi mempertanyakan sikap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang tidak memasukkan nama PT BEP ke dalam daftar 2.078 perusahaan pertambangan minerba yang dicabut izinnya. Dia menilai penyimpangan PT BEP jauh lebih berat ketimbang 2.078 perusahaan yang telah dicabut izinnya.
Menurut politikus Partai Gerindra itu terdapat beberapa alasan mendasar yang dapat dijadikan bahan pertimbangan Menteri ESDM untuk mencabut IUP-OP PT BEP yang pernah berstatus pailit.
Pertama, pada tahun 2012-2014, pemilik PT. BEP Herry Beng Koestanto, seorang narapidana berstatus residivis yang hingga kini masih meringkuk di LP Salemba, telah menyalahgunakan perizinan kedua IUP OP yang diberikan negara, memakainya sebagai sarana pidana penipuan sebesar Rp1 triliun, dan pembobolan lembaga perbankan sebesar Rp1,5 triliun. Kasus ini yang mengantarkan PT BEP divonis pailit.
Baca Juga:
Surat MAKI Minta Bantu Mutasi PNS Papua ke Jawa, Ini Respons Wakil Ketua KPK
Alasan lainnya, kata Bambang, yakni berdasarkan data pada Sistem Monitoring Devisa Terintegrasi Seketika (SiMoDDIS) Bank Indonesia, PT BEP belum memenuhi kewajiban penerimaan DHE SDA sebesar 14,16 juta dolar Amerika Serikat, hasil penjualan batubara Januari-Februari 2022 oleh PT. Sumber Global Energy Tbk selaku pelaksana ekspor PT. BEP.
Adapun dasar hukum pencabutan perizinan pertambangan yang tidak berkegiatan telah diatur dalam pasal 119 Undang-Undang (UU) Nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dicabut oleh menteri jika perusahaan melanggar ketentuan sebagai berikut, yakni Pemegang IUP atau IUPK tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP atau IUP serta ketentuan peraturan perundang-undangan.