Apalagi menurutnya, peralihan IUP sudah melalui mekanisme serta prosedur yang berlaku, karena sudah keluar sertifikatnya. Karenanya, ia menilai, secara prosedur tidak ada masalah dalam peralihan IUP itu.
Menurutnya, Mardani selaku Bupati aktif saat itu, pasti bakal memproses setiap permohonan yang ada, dengan catatan sudah sesuai dengan ketentuan. Makanya Irfan menilai, izin tidak mungkin bisa ditandatangani Bupati kalau tidak berdasarkan pemeriksaan bawahannya.
Baca Juga:
Kakanwil Kemenag Sulbar Beri Sambutan di Konferwil IV NU di Ponpes Kanang
"Jadi, permohonan masuk itu pasti diproses oleh kepala dinas yang sudah melewati pemeriksaan berjenjang. Tidak mungkin izin itu sampai ke kementerian keluar seritifikat CMC kalau tidak lengkap secara prosedur. Berarti secara prosedur tidak ada masalah," tuturnya.
Di sisi lain, ia juga menyoroti langkah tim kuasa hukum Raden Dwidjono yang melaporkan kasus tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Irfan menyayangkan laporan itu dikirimkan ketika proses hukum di pengadilan masih berjalan hingga saat ini.
Padahal menurutnya, Mardani selama ini selalu menghormati seluruh proses hukum yang berlangsung.
Baca Juga:
BSN Gelar Rapat Kerja Bahas Pengelolaan Sampah Berkelanjutan di Gedung PBNU
"Kenapa tiba-tiba pihak terdakwa dalam hal ini pengacara terdakwa langsung bergerak seakan-akan sudah ada putusan, sementara hal itu belum ada putusan yang berkaitan dengan itu," tuturnya.
Sebelumnya, Bendahara Umum PBNU itu dikabarkan telah mangkir dalam dua kali persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Banjarmasin. Mardani mangkir dalam pemeriksaan sebagai saksi di sidang perkara dugaan gratifikasi atau suap izin usaha pertambangan (IUP) batubara.
Sebagai informasi, kasus ini terkait korporasi batu bara di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, yang berencana memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP) 2010. Pemanggilan Mardani sebagai saksi kali ini dalam kapasitas mantan Bupati Tanah Bumbu.