Proyek sempat terhenti pada 2005 akibat bencana tsunami Aceh. Proyek kembali dilanjutkan pada 2006 sampai dengan 2011 lalu. Terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam proyek tersebut pada periode 2006-2011.
Salah satunya berupa penunjukan langsung Nindya Sejati Join Operation yang sejak awal telah diarahkan sebagai pemenang pelaksana pembangunan.
Baca Juga:
Terkait Korupsi KA, Kejagung Periksa Tiga Mantan Kepala BTP Sumbangut
"Seharusnya Terdakwa I dan Terdakwa II tidak layak ditunjuk sebagai pelaksana pekerjaan dan tidak berhak mendapatkan kekayaan atau keuntungan karena keuntungan tersebut berasal dari hasil kejahatan dan keuntungan yang sudah dibagikan dan diterima Terdakwa I dan Terdakwa II merupakan keuntungan yang tidak sah," ujarnya.
Jaksa KPK mencatat selisih antara penerimaan riil dan biaya riil yang dikeluarkan selama periode pembangunan dermaga pada tahun 2004-2011. Tak hanya itu, terdapat juga penggelembungan harga satuan dan volume yang merugikan negara hingga Rp313 miliar.
Adapun rinciannya yakni selisih penerimaan riil dan biaya riil tahun 2004 sampai dengan 2011 sebesar sebesar Rp287.270.626.746,39. Kedua, kekurangan volume terpasang tahun 2006 sampai dengan 2011 sebesar Rp15.912.202.723,80.
Baca Juga:
Korupsi Tata Niaga PT Timah, 3 Eks Kadis ESDM Babel Dituntut 6 Hingga 7 tahun Penjara
"Ketiga, penggelembungan harga satuan dan volume pada kontrak subkontraktor sebesar Rp10.162.914.065," katanya.
PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati didakwa Pasal 2 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Perkara ini merupakan pengembangan dari penyidikan terhadap empat tersangka yang telah diproses hukum sebelumnya. [tum]