Wahana News ID I Terkait laporan dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaita, Haris Azhar mengaku dicecar perihal materi dalam konten YouTube-nya yang menjadi dasar laporan dari pihak Luhut.
"Kami cuma klarifikasi bahwa medianya, mediumnya, identitasnya, akun channelnya seperti apa itu. Lalu peruntukannya dari identitas itu untuk apa materi ini," kata Haris Azhar usai diperiksa di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (22/11/2021).
Baca Juga:
Haris dan Fatia Divonis Bebas, Luhut : Kami Hormati Putusan Hakim
Laporan Luhut kepada Haris Azhar dan Fatia berawal dari konten di YouTube yang berjudul 'Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!!. Haris mengatakan materi soal Papua yang dibahas di akun YouTube-nya itu pun turut menjadi bahan pemeriksaan penyidik hari ini.
"Saya jelaskan sebagaimana di materi YouTube itu soal terkait situasi di Papua yang juga punya korelasi dengan banyak hal kepentingan publik yang lebih luas lagi," katanya.
Haris kemudian meminta kepada pemerintah untuk melihat persoalan di Papua secara lebih jernih. Menurutnya, apa yang dibahas di YouTube miliknya tersebut merupakan realita yang terjadi di Papua.
Baca Juga:
Hari Ini, Sidang Vonis Haris Azhar dan Fatia Kasus Pencemaran Nama Baik Luhut
"Kami mau mengatakan bahwa apa yang saya bahas di YouTube itu sesuatu yang harusnya diselesaikan oleh negara ini, oleh penguasaannya. Terbukti ya, apa yang kita bahas di Papua itu soal praktik bisnis, soal kekerasan, toh di Papua saat ini situasi tambah buruk. Bahkan, polisi pun jadi korban," katanya.
Dia pun meminta kepada pemerintah untuk fokus kepada persoalan tersebut ketimbang melaporkan kritikan yang disampaikan aktivis atau LSM.
"Jadi daripada pidanain saya lebih baik penguasa di republik ini segera urus Papua supaya damai, supaya nggak ada korban. Bukan cuman kalau saya dibilang orang suka belain Papua, saya mau menegaskan sekali lagi yang jadi korban banyak. Tentara sama polisi, ASN-nya yang bekerja buat pemerintah juga jadi korban," terang Haris.