"Yang mana hal ini berarti membohongi Tuhan untuk melangsungkan perkawinan," bebernya.
Yang ketiga, meminta penetapan hakim pengadilan negeri.
Baca Juga:
MK Kabulkan Gugatan Syarat Pendaftaran Capres-Cawapres Berpengalaman Jadi Kepala Daerah
"Oleh karenanya, setiap orang yang ingin melangsungkan perkawinan, baik beda agama maupun tidak, harus diperlakukan secara sama, tanpa adanya diskriminasi. Mengingat apa yang disampaikan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Prof Dr Anwar Usman, termasuk juga dalam Putusan Nomor 97 Tahun 2016 bahwa pernikahan atau perkawinan adalah hak asasi dan jodoh merupakan perintah serta pemberian dari Allah," bebernya.
Sebagaimana diketahui, Ramos Petege adalah warga Mapia Tengah, Dogiyai, Papua. Ia mengaku gagal menikahi kekasihnya yang muslim karena terhambat UU Perkawinan.
"Pemohon adalah warga negara perseorangan yang memeluk agama Katolik yang hendak melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita yang memeluk agama Islam. Akan tetapi, setelah menjalin hubungan selama 3 tahun dan hendak melangsungkan perkawinan, perkawinan tersebut haruslah dibatalkan karena kedua belah pihak memiliki agama dan keyakinan yang berbeda," demikian bunyi permohonan Ramos Petage. [tum]