Wahanakonsumen.com | Soal alasan Jokowi memutuskan untuk melarang total ekspor CPO dan minyak goreng mulai Kamis (28/4) nanti, dibeberkan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.
Ia mengatakan keputusan itu justru dipicu oleh oleh pengusaha yang tidak tertib. Ketidaktertiban pengusaha itu bisa dilihat dalam kepatuhan pengusaha dalam melaksanakan aturan Domestic Market Obligation (DMO).
Baca Juga:
Larangan Ekspor CPO Dicabut, Menteri Perdagangan Keluarkan Aturan Baru Jaga Pasokan Minyak Goreng
Menurutnya pengusaha lebih banyak melakukan ekspor CPO karena harga di luar lebih tinggi. Hal itu membuat pasokan dalam negeri tak sesuai harapan.
"Sebenarnya kalau pengusaha ini tertib, mau gotong royong bareng-bareng agar harga domestik (minyak goreng) itu bisa di Rp14 ribu (per liter), kami mungkin tidak melarang ekspor itu," ungkap Bahlil dalam konferensi pers, Senin (24/4).
Ia menilai keputusan Presiden Jokowi untuk melarang CPO adalah pilihan terbaik supaya pasokan minyak goreng di dalam negeri bisa melimpah lagi sehingga harganya bisa turun.
Baca Juga:
Total Rp 900 Miliar Kerugian Petani Sawit di Jambi Selama Larangan Ekspor
Bahlil juga menyebut tindakan Jokowi itu semata-mata untuk membela rakyat.
"Jadi tidak benar itu kalau seandainya ada yang mengatakan presiden hanya mendengar pengusaha, bagaimana mungkin ini kan kebijakan yang sangat berani," kata dia.
Sebelumnya, Jokowi melarang ekspor CPO dan minyak goreng dalam rapat bersama menterinya. Larangan yang mulai berlaku pada Kamis (28/4) itu dimaksudkan supaya harga minyak goreng di dalam negeri murah dan pasokan kembali melimpah.
"Dalam rapat saya putuskan melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng mulai Kamis, 28 april 2022 sampai batas waktu yang ditentukan," katanya Jumat (22/4) lalu.
Menanggapi hal tersebut, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) meminta Jokowi untuk mengevaluasi larangan ekspor CPO. Evaluasi perlu dilakukan jika kebijakan tersebut terbukti memberikan dampak negatif terhadap pengusaha kelapa sawit.
"Jika kebijakan ini membawa dampak negatif kepada keberlanjutan usaha sektor kelapa sawit, kami akan memohon kepada pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan tersebut," ungkap Ketua Bidang Komunikasi GAPKI Tofan Mahdi.
GAPKI meminta seluruh pemangku kepentingan di industri sawit untuk ikut memantau dampak dari kebijakan tersebut di lapangan.
"Kami mengajak seluruh pemangku kepentingan dalam mata rantai industri sawit untuk memantau dampak kebijakan tersebut terhadap sektor kelapa sawit," tutur Tofan. [tum]