Konsumen.WahanaNews.co | Informasi yang menyebut Indonesia berisiko masuk ke jurang resesi, diklaim Menteri Investasi Bahlil Lahadalia adalah hoaks.
Menurut Bahlil, beberapa pihak menghubungkan krisis ekonomi yang sedang terjadi di Sri Lanka dengan situasi di Indonesia. Dengan demikian, RI disebut-sebut berpotensi mengalami resesi.
Baca Juga:
Peringatan Resesi 2023 Disebut Alarm Palsu, Sri Mulyani Angkat Bicara
Dalam ilmu ekonomi, suatu negara disebut resesi setelah mengalami kontraksi dalam dua kuartal berturut-turut.
"Bapak, ibu, tidak perlu dengar informasi hoaks tentang ekonomi Indonesia yang dihadapkan resesi. Orang mengaitkan dengan Sri Lanka, tidak ada hubungannya, terlalu jauh," ungkap Bahlil dalam Pemberian NIB Pelaku UMK Perseorangan yang disiarkan lewat YouTube, Kamis (21/7).
Bahlil berpendapat ekonomi Indonesia baik-baik saja. Bahkan, masih positif di atas 5 persen.
Baca Juga:
2023 Dihantui Tekanan dan Potensi Ancaman Multidimensi, Survei LPI: Tahun yang Berat!
"Kuartal I 2022 ekonomi (Indonesia) 5,01 persen, nanti kuartal II 2022 akan tumbuh lebih besar," kata Bahlil.
Ia menjelaskan peningkatan realisasi investasi akan mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi pada kuartal-kuartal selanjutnya.
Berdasarkan catatan pemerintah, realisasi investasi di Indonesia naik 35,5 persen menjadi Rp302,2 triliun pada kuartal II 2022.
"Jadi hoaks menurut saya kalau ada yang bilang bahwa ekonomi (Indonesia) di ujung persoalan," kata Bahlil.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan potensi resesi Indonesia sebesar 3 persen. Hal ini berdasarkan survei yang dilakukan Bloomberg.
"Kita (Indonesia) relatif dalam situasi yang tadi disebutkan risiko (potensi resesi) 3 persen," ungkap Sri Mulyani.
Sementara, terdapat negara lain yang potensinya lebih dari 70 persen. Meski begitu, bukan berarti pemerintah terlena.
"Kami tetap waspada namun pesannya kami tetap akan menggunakan semua instrumen kebijakan, dari fiskal, moneter, sektor finansial, dan regulasi lain untuk memonitor itu (potensi resesi)," ujar Sri Mulyani.
Sejauh ini, bendahara negara menilai ekonomi Indonesia masih cukup positif. Sebab, sektor keuangan RI lebih kokoh setelah kejadian krisis 2008-2009 lalu.
"Hal yang baik adalah semenjak krisis 2008-2009 krisis global, sektor keuangan kita relatif lebih prudent, sehingga mereka tangguh, NPL juga terjaga," papar Sri Mulyani.
Selain itu, Sri Mulyani mengatakan utang luar negeri pemerintah menurun. Begitu juga dengan utang korporasi yang semakin rendah.
"Artinya harus belajar dari krisis global 2008-2009, sektor korporasi, finansial, APBN, moneter, semuanya mencoba memperkuat diri sendiri pada saat hadapi risiko sekarang ini. Kita dalam situasi daya tahan masih lebih baik, makanya disebut rating lebih kecil," ujar Sri Mulyani.
Presiden Bank Dunia David Malpass mengatakan beberapa negara sulit menghindari resesi karena perang antara Rusia-Ukraina hingga gangguan rantai pasok di global.
"Perang di Ukraina, penguncian di China, gangguan rantai pasok, dan risiko stagflasi memukul pertumbuhan. Bagi banyak negara, resesi akan sulit dihindari," ungkap Malpass.
Menariknya, Bank Dunia mengisyaratkan bahwa Indonesia bebas dari ancaman resesi.
Menurut laporan Bank Dunia bertajuk Global Economic Prospects periode Juni 2022, ekonomi Indonesia diproyeksi tumbuh 5,1 persen. Angka itu memang turun 0,1 persen dari proyeksi yang dirilis Bank Dunia pada Januari 2022.
Tapi tetap lebih tinggi dari realisasi pertumbuhan ekonomi RI yang sebesar 3,7 persen pada 2021.
Bahkan, Bank Dunia memprediksi ekonomi Indonesia semakin bergeliat sampai 2024. Lembaga internasional itu memproyeksi ekonomi RI tembus 5,3 persen pada 2023 dan 2024.
Di sisi lain, rata-rata ekonomi negara berkembang diprediksi melambat dari 6,6 persen pada 2021 menjadi 3,4 persen pada 2022. Angka itu jauh di bawah rata-rata tahunan yang sebesar 4,8 persen selama 2011 sampai 2019.
Bank Dunia juga memproyeksi rata-rata pertumbuhan ekonomi negara maju melambat dari 5,1 persen pada 2021 menjadi 2,6 persen pada 2022. Angkanya akan semakin melambat menjadi 2,2 persen pada 2023.
Secara keseluruhan, Bank Dunia merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 4,1 persen menjadi hanya 2,9 persen pada 2022. Prediksi itu melambat dari posisi 2021 yang mencapai 5,7 persen. [tum]