Konsumen.WahanaNews.co | Otoritas Jasa Keuangan (OJK )menilai jika krisis keuangan dan nilai tukar terjadi di negara kawasan, maka berimbas pada penurunan kinerja eksternal akibat penurunan harga komoditas dan turunnya permintaan barang ekspor Indonesia.
OJK akan menyiapkan kebijakan dan langkah mitigasi yang diperlukan untuk menjaga kondisi perekonomian dan sektor keuangan domestik tetap stabil.
Baca Juga:
Tips Untuk Amankan Nomor Hp dari Pinjol
Selain itu, krisis juga bisa berimbas pada peningkatan tekanan di pasar keuangan akibat penurunan likuiditas global maupun potensi contagion.
Oleh karena itu, OJK mengambil langkah-langkah proaktif untuk memastikan terjaganya stabilitas sektor jasa keuangan.
Pertama, OJK akan memantau dan memastikan ketersediaan likuiditas, baik untuk mengantisipasi potensi risiko maupun pelaksanaan fungsi intermediasi lembaga jasa keuangan.
Baca Juga:
Industri Fintech Bergolak di IFSE 2024, OJK Serukan Perlindungan Konsumen
"Di sisi lain, OJK juga mencermati perkembangan kenaikan biaya dana lembaga jasa keuangan sehubungan dengan respon atas peningkatan suku bunga," ungkap OJK seperti dikutip dari keterangan resmi, Senin (3/10).
Kedua, OJK meminta lembaga jasa keuangan untuk terus terus mencermati risiko pasar, termasuk eksposur dalam surat-surat berharga dan valuta asing di tengah tren penguatan dolar AS serta peningkatan volatilitas di pasar keuangan global.
Terkait ihwal tersebut, OJK meminta lembaga jasa keuangan untuk secara intensif melakukan scenario analysis dalam rangka memitigasi risiko yang mungkin timbul.
Ketiga, OJK meminta lembaga jasa keuangan untuk mencermati perkembangan risiko kredit di sektor-sektor ekonomi yang memiliki konsumsi energi yang tinggi. Apalagi, saat ini kenaikan harga energi sedang terjadi.
Selain itu, lembaga jasa keuangan diminta mencermati kinerjanya berhubungan erat dengan siklus harga komoditas. Selanjutnya, bank diminta untuk melakukan scenario analysis untuk memitigasi risiko dimaksud.
Keempat, OJK akan mempertahankan beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan untuk mengelola volatilitas dan menghadapi tantangan yang terjadi di pasar modal domestik.
Beberapa kebijakan itu antara lain asymmetric auto-rejection, pelarangan transaksi short selling, dan pelaksanaan trading halt untuk penurunan IHSG sebesar 5 persen, seiring masih tingginya volatilitas pasar dan potensi meningkatnya tekanan ke depan. [tum]