Konsumen.WahanaNews.co | Pejuang KPR alias kredit pemilikan rumah (KPR) mulai panik usai Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan 50 basis poin (bps) dari 3,75 persen menjadi 4,25 persen pada September 2022.
Nasabah KPR yang sudah memasuki masa floating akan semakin tersiksa. Masalahnya, bank berpotensi menaikkan bunga KPR pada bulan-bulan selanjutnya.
Baca Juga:
73 Mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo Terima Bantuan Uang Kuliah dari Bank Indonesia
Meitha Rita (30), salah satu pejuang KPR yang sudah memasuki masa floating sudah was-was cicilan kredit rumahnya semakin tinggi usai BI mengerek suku bunga acuan.
Masalahnya, BI baru saja mengerek bunga acuan sebesar 25 basis poin dari 3,5 persen menjadi 3,75 persen pada Agustus 2022. Dengan demikian, bank sentral RI sudah menaikkan bunga acuan 75 bps sepanjang tahun ini.
"Jelas panik saat suku bunga BI naik. BI cepat banget naikinnya, jadi cicilan saya juga cepat naik. Makin mencekik lah," ujar Meitha melansir CNNIndonesia.com, Jumat (23/9).
Baca Juga:
Pemerintah Luncurkan Satgas Jejaring Advokasi Inklusi Keuangan Digital Perempuan Untuk Percepat Inklusi Keuangan
PT Bank Maybank Indonesia Tbk adalah bank pilihan Meitha dalam mengajukan KPR pada 2009 lalu. Saat itu, ia mendapatkan suku bunga flat 7 persen selama tiga tahun.
Lalu, Meitha mulai memasuki masa floating awal tahun ini. Bunga KPR Meitha naik menjadi 9 persen.
Ia khawatir bunga KPR bulan depan kembali meningkat usai BI mengerek suku bunga acuan dengan total 75 bps tahun ini.
"Ini belum setahun lho (masuk floating), bagaimana tahun-tahun berikutnya. Orang-orang tuh baru mulai agak recover keuangannya habis pandemi, kok tiba-tiba BI naiknya bertubi-tubi, bagaimana nasib cicilan saya," ucap Meitha.
Nasib serupa dialami Fadhly (30). Ia mengaku sudah tak sanggup jika bunga KPR kembali naik dari posisi sekarang.
Pegawai swasta di DKI Jakarta itu menjadi nasabah KPR di PT Bank Tabungan Negara (Persero) atau BTN sejak 2019. Ia mendapatkan bunga flat sebesar 8,88 persen selama dua tahun.
Alhasil, Fadhly sudah memasuki masa floating sejak 2021. Saat itu, bunga KPR Fadhly naik 1 persen menjadi 9,88 persen.
Lalu, bunga KPR Fadhly kembali naik 1 persen menjadi 10,88 persen pada awal 2022. Padahal, BI belum mengerek suku bunga acuan saat itu.
Tak ayal, kenaikan suku bunga acuan BI dalam dua bulan berturut-turut dengan total 75 bps membuat Fadhly 'pening'.
"Was-was banget lah, kemungkinan besar bulan depan bunga KPR naik. Sudah diwanti-wanti sama teman-teman yang kerja di bank juga," ujar Fadhly.
Tak mau menunggu lebih lama, ia memutuskan untuk memindahkan KPR dari BTN ke bank lain atau biasa disebut take over KPR. Meski akan dapat penalti, tapi Fadhly merasa tetap lebih murah dibandingkan bertahan di BTN.
"Ini lagi proses take over KPR ke salah satu bank, karena mereka lagi ada program bunga di bawah 5 persen. Saya sudah diberikan simulasi, kalau pindah jadi lebih menguntungkan, cicilan bisa turun dan tenor juga bisa turun," cerita Fadhly.
Di sisi lain, Danang (32) tak berniat untuk memindahkan KPR ke bank lain. Ia tak ingin repot mengurus administrasi pemindahan tersebut.
"Ingin sih mencari bank yang bunganya lebih rendah, tapi kan ribet juga kalau pindah bank. Belum lagi ada biaya dendanya, harus hitung-hitung dulu," ungkap Danang.
Lagi pula, Danang merasa bunga KPR yang naik menjadi 10,49 persen dari sebelumnya 8 persen masih sesuai dengan kantong. Dengan demikian, memindahkan KPR ke bank lain bukan hal genting bagi Danang.
"Naiknya tinggi (secara persentase) tapi secara nominal masih sanggup lah. Ini kan baru sekali naiknya dari floating, tapi nggak tau dengan setelah BI rate naik jadi berapa," tutup Danang. [tum]