Konsumen.WahanaNews.co | Informasi tentang bahaya senyawa Bisphenol A (BPA) yang merupakan campuran plastik polikarbonat (PC) galon air minum dalam kemasan (AMDK) semakin meluas. Hal ini pun meningkatkan desakan agar pemerintah segera bertindak.
Pakar Hukum Perlindungan Konsumen sekaligus Ketua Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum dan Pilihan Penyelesaian Sengketa, Dr. Henny Marlyna menyebut tindakan paling cepat yang bisa dilakukan ialah melalui regulasi pada galon guna ulang. Sehingga, konsumen sadar dengan risiko saat memilih galon air minum yang rutin mereka konsumsi.
Baca Juga:
Perbedaan Hukum Perlindungan Konsumen dalam Berbagai Bidang
"Konsumen Indonesia dilindungi oleh hukum, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen," kata Henny dalam keterangan tertulis, Selasa (29/11/2022).
Dalam forum pakar dan praktisi bertema 'Expert Forum: Urgensi Pelabelan BPA pada Produk Air Minum dalam Kemasan untuk Keamanan Konsumen' di Universitas Indonesia, Depok pada Rabu (23/11), Henny menjelaskan lebih lanjut perihal Prioritas Perlindungan Konsumen yang diamanatkan oleh UU No.8/1999. Menurutnya, UU No.8/1999 bertujuan menciptakan Perlindungan Konsumen yang memiliki kepastian hukum, kepastian informasi, dan akses untuk mendapatkan informasi.
"Hukum ini juga untuk menumbuhkan kesadaran kepada para pelaku usaha tentang pentingnya Perlindungan Konsumen, sehingga menumbuhkan sikap jujur dan bertanggung jawab dalam berbisnis," jelas Henny.
Baca Juga:
Mantan Ajudan Eks Mentan SYL Dapat Perlidungan dari LPSK
Ia berharap dengan adanya hukum Perlindungan Konsumen, para pelaku usaha dapat meningkatkan kualitas barang atau jasa, kesehatan, keamanan, kenyamanan, dan keselamatan konsumen.
Henny juga mengingatkan kewajiban para pelaku usaha, dalam hal ini kepada mereka yang bergerak dalam bisnis AMDK galon guna ulang yang mengandung BPA. Menurutnya, sesuai hukum mereka wajib memberikan info yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang. Para pelaku usaha juga perlu memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaannya.
Henny mengatakan BPA dapat membahayakan konsumen karena masuk ke dalam tubuh manusia melalui migrasi dari kemasan galon ke dalam air minum. Namun, tidak banyak konsumen yang tahu bahaya ini. Menurutnya, konsumen pun tidak memahami bagaimana cara mengurangi dan menghindari dampak negatif BPA bagi kesehatan.
"Harusnya produsen memberikan jaminan keamanan dan keselamatan kepada konsumen yang mengonsumsi produk mereka," tegas Henny.
"Dengan pemberian informasi yang jelas, konsumen dapat memilih produk yang baik dan aman untuk dikonsumsi," tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Rita Endang mengatakan bahan kimia BPA sudah dilarang untuk kemasan produk makanan dan minuman di banyak negara di dunia. Ia menyebut reputasi BPA yang tidak aman untuk kemasan pangan saat ini sudah diakui secara global.
"BPA bukan hanya persoalan di tingkat nasional, tapi sudah menjadi persoalan global. Persoalan ini di beberapa negara sudah diatur. Jadi ini persoalan global yang harus ditangani," ungkap Rita.
Rita merinci larangan penggunaan bahan kimia BPA pada kemasan pangan diberlakukan di sejumlah negara. Mulai dari Prancis, Brasil, Kolombia, serta negara bagian Vermont dan California di Amerika Serikat.
"Di California sudah diberlakukan pencantuman label peringatan yang bertuliskan: 'BPA dapat menyebabkan kanker, gangguan kehamilan dan reproduksi'," jelasnya.
Rita menilai BPOM harus mengambil sikap proaktif untuk melindungi masyarakat yang menjadi konsumen AMDK galon guna ulang.
"Kami tidak mau menunggu ada kasus terlanjur banyak atau sudah sangat kritis baru bertindak, karena itu kalau ada persoalan harus segera ditangani. BPOM kan hadir untuk melindungi keselamatan masyarakat," terangnya.
Lebih lanjut, Rita menjelaskan per November 2021 BPOM telah mengeluarkan Rancangan Peraturan BPOM tentang Perubahan Kedua atas Peraturan BPOM No. 31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Aturan ini diterbitkan guna mengantisipasi migrasi BPA pada produk galon guna ulang yang beredar masif di Indonesia.
Adapun tiga pasal yang dimuat menyatakan bahwa produsen air minum galon berbasis polikarbonat wajib memasang label 'Berpotensi Mengandung BPA' terhitung tiga tahun sejak peraturan disahkan. Menurutnya, revisi Perka BPOM No 31/2018 terkait pelabelan BPA pada galon bekas pakai polikarbonat ini bertujuan melindungi kesehatan masyarakat dari potensi bahaya BPA.
Sementara itu, Ketua Bidang Penyakit Tidak Menular pada Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Agustina Puspitasari memaparkan BPA bekerja dengan mekanisme endocrine disruptor, khususnya hormon estrogen. Oleh karena itu, BPA dapat mengakibatkan gangguan pada sistem reproduksi.
Paparan BPA JUGA dapat menimbulkan risiko terhadap gangguan perkembangan janin, menghasilkan kondisi feminisasi janin, fetus infertilitas, menurunkan kualitas sperma, menurunkan libido, dan menyebabkan sulit ejakulasi.
"Beberapa studi terkait paparan BPA di antaranya menunjukkan adanya hubungan peningkatan konsentrasi BPA dalam urin dengan turunnya kualitas sperma," papar Agustina.
"Wanita hamil yang terpapar BPA selama pre-natal, ada pengaruhnya pada perilaku agresif dan hiperaktif, terutama ke anak perempuan," imbuhnya.
Di samping itu, paparan BPA terus menerus juga dapat mengakibatkan gangguan sistem kardiovaskular. Peningkatan paparan BPA bisa menyebabkan risiko penyakit kardiovaskular antara lain, gagal jantung, jantung koroner, aritmia (detak jantung tidak beraturan), dan hipertensi.
BPA juga berisiko menyebabkan berbagai penyakit kanker, seperti prostat, payudara, dan ovarium. Tak hanya itu, kandungan ini berpotensi meningkatkan risiko obesitas dan penyakit diabetes.
Tingginya konsentrasi senyawa BPA dalam darah bisa menyebabkan penyakit ginjal. Serta dapat menimbulkan gangguan pada tumbuh kembang anak, seperti ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity Disorder) dan ASD (Autism Spectrum Disorder). [tum]