Konsumen.WahanaNews.co | Disebabkan oleh biaya produksi yang meningkat tajam akibat invasi Rusia ke Ukraina, lima produsen utama mi instan di Thailand mendesak pemerintah untuk mengizinkan kenaikan harga dalam sepekan.
Menteri Perdagangan Thailand Jurin Laksanawisit mengatakan bahwa pemerintah saat ini tengah mempertimbangkan permintaan tersebut. Ia juga menjelaskan nasib kenaikan harga mi instan itu bakal diputuskan oleh Departemen Perdagangan Dalam Negeri.
Baca Juga:
Buntut Penarikan Indomie, YLKI Minta BPOM Revisi Regulasi Etilen Oksida
"Saya pikir mereka sedang mempertimbangkan semua biaya sekarang. Jika mereka benar-benar perlu mengubah harga, itu harus mengikuti biaya (produksi) yang sebenarnya," kata Laksanawisit kepada media Thailand, seperti diberitakan The Guardian pada Rabu (17/8).
Sebelumnya, pemerintah Thailand memberlakukan kontrol harga pada bahan pokok demi meringankan masyarakat. Batas harga diterapkan untuk bahan pokok seperti telur, minyak goreng, hingga mi.
Namun, produsen mi instan Mama, Wai Wai, Yum Yum, Nissin, dan Suesat memperingatkan bahwa kebijakan batas harga terhadap produk mereka dapat berimbas buruk karena tidak berkelanjutan.
Baca Juga:
Taiwan Sebut Picu Kanker, YLKI Minta BPOM Audit Produk Indomie
Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor, seperti perang di Ukraina hingga kekeringan dan banjir di Thailand selama setahun terakhir. Peristiwa tersebut dianggap telah mempengaruhi biaya gandum, energi, dan transportasi meningkat tajam hingga mempengaruhi harga mi di seluruh Asia.
Para produsen mi instan kemudian merilis surat bersama yang disampaikan kepada pemerintah Thailand minggu ini.
Perusahaan meminta kenaikan harga dari 6 baht atau sekitar Rp2.502 menjadi 8 baht atau sekitar Rp3.337 (1 Baht = Rp417,15). Jika disahkan, kenaikan harga eceran mi tersebut bakal menjadi yang pertama sejak 2008.