WahanaKonsumen.com | Pemerintah berencana mencabut subsidi listrik bagi sekitar 15,2 juta pelanggan, dengan cara mengeluarkan mereka dari daftar penerima subsidi tarif listrik. Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana.
Baca Juga:
Support Program Mobil Listrik, PLN Batam Buat SPKLU
Pasalnya, jika mengacu pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang ada saat ini, subsidi listrik kepada jutaan pelanggan tersebut tak tepat sasaran.
"Menggunakan DTKS yang ada saat ini, 15,2 juta pelanggan yang secara data itu harus dikeluarkan," ujarnya dalam rapat 'Formulasi Subsidi dan Kompensasi yang Tepat Sasaran Bagi Masyarakat Miskin dan Rentan Miskin' di Banggar DPR, belum lama ini.
Meski demikian, kata Rida, pihaknya akan kembali menyesuaikan penerima subsidi langsung pada 2022 ini dengan DTKS yang diperbarui.
Baca Juga:
Penambahan Daya Listrik PLN UP3 Manado Lewati Target Konsumen
"Kami sudah kirim surat kepada Ibu Mensos untuk mendapatkan data terpadu yang terbaru untuk kemudian pada saatnya nanti, dengan teman-teman PLN, kami akan melakukan verifikasi ke lapangan sehingga kemudian mendapatkan data itu benar-benar bisa dipertanggungjawabkan," imbuhnya.
Menurut Rida, keluarnya 15,2 juta pelanggan dari daftar penerima subsidi itu juga akan menghemat triliunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN).
Berdasarkan hitungan awal, penghematan ditaksir mencapai Rp22,12 triliun dari proyeksi subsidi RAPBN 2022 yang mencapai Rp61,09 triliun. "Artinya kalau pemilihan ini dijalankan, maka proyeksi subsidi listrik yang kami buat Rp 61,09 triliun bisa tinggal hanya Rp 32 triliun saja," jelas Rida.
Rida mengaku, Kementerian ESDM sudah memiliki pengalaman memilah pelanggan yang berhak menerima. Pada 2017 lalu, misalnya, kementerian pernah memilah listrik golongan rumah tangga 900 VA bersubsidi dan non subsidi.
"Di tahun 2017 kita sudah punya contoh memilah rumah tangga 900 VA, ada sedikit effort khusus. Nanti tergantung dengan data DTKS yang terbaru, kemudian akan melakukan pendataan ke lapangan, sehingga didapatkan tepat sasaran dan dipertanggungjawabkan," sebutnya.
Pencabutan Kompensasi Listrik
Di luar itu, kata Rida, kementerian juga tengah mempersiapkan perubahan tarif listrik jika pemerintah tak lagi memberikan kompensasi kepada PLN untuk memberlakukan adjustment tarif bagi pelanggan non-subsidi sejak 2017.
Seperti diketahui keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif listrik (adjustment tarif) sejak 4 tahun lalu itu membuat pemerintah membayar kompensasi triliun rupiah kepada PLN tiap tahunnya. "Ini kaitannya sama tarif adjustment," katanya.
Saat ini, lanjut Rida pengenaan tarif listrik sendiri digolongkan ke dalam 38 kelompok di mana 25 golongan mendapatkan subsidi dan 13 golongan lainnya non-subsidi. Sementara jika dirinci, 13 golongan non-subsidi tersebut terdiri dari 41 juta pelanggan yang tarifnya tidak mengalami kenaikan.
Jika pemerintah akan melepas tarif adjustment, tentu ada tambahan biaya yang harus dibayarkan oleh para pelanggan mulai dari Rp18 ribu sampai Rp101 ribu per bulan sesuai dengan kapasitas listrik yang digunakan
Untuk pelanggan kapasitas 900VA non subsidi, misalnya, tagihan listriknya akan naik dari rata-rata Rp166 ribu per bulan menjadi Rp18 ribu per bulan.
Kemudian, pelanggan dengan kapasitas 1.300VA akan mengalami tambahan biaya listrik sekitar Rp10.800 per bulan; kapasitas 2.200VA bertambah Rp 31 ribu per bulan dan kelompok 3.300VA bisa mencapai Rp101 ribu per bulan.
"Nah seterusnya. Untuk yang paling tinggi itu industri besar itu, bisa sampai Rp 2,9 miliar per bulan," ujarnya.
Meski demikian, Rida mengaku masih belum tahu pasti kapan rencana tarif adjustment ini dilepas.
"Itulah yang kita sampaikan, apakah ini akan sekaligus dinaikkan. Atau cuman beberapa kalangan aja, atau semua disesuaikan sekaligus dan bertahap sudah ada skenarionya untuk kompensasinya," tandasnya. [qnt]