Konsumen.WahanaNews.co | Satgas Waspada Investasi (SWI) mencatat kerugian yang dialami masyarakat akibat investasi bodong mencapai Rp123,5 triliun dalam kurun waktu 2018- 2022.
Sayangnya kerugian masyarakat yang terjerumus investasi ilegal ini cukup sulit diminta kembali. Pasalnya, uang investasi masyarakat sudah digunakan oleh pelaku.
Baca Juga:
Masyarakat Diminta Waspadai Penipuan Berkedok Investasi di KCIC
"Kasus investasi bodong yang kita tangani dalam lima tahun terakhir ini terdapat kerugian total Rp123, 5 triliun. Di 2018, nilai kerugian yang dialami masyarakat sebanyak Rp1,4 triliun, 2019 mencapai Rp4 triliun. Kemudian 2020 sebanyak Rp5,9 triliun, 2021 yakni 2,54 triliun dan di 2022 paling banyak yakni sebesar Rp109, 67 triliun, " kata Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L. Tobing, di Medan, Kamis (17/11).
Tongam menyebutkan untuk entitas yang ditangani SWI antara lain di 2018 berupa investasi ilegal sebanyak 106, pinjol ilegal 404. Kemudian pada 2019 jumlahnya terus naik dengan rincian investasi ilegal 442, pinjol 1.493 dan gadai ilegal 68.
Lalu pada 2020 investasi ilegal 347, pinjol ilegal 1.026 dan gadai ilegal 65.
Baca Juga:
Tips Biar Tidak Terjebak Investasi Bodong yang Semakin Menjamur
"Selanjutnya pada 2021, investasi ilegal 98, pinjol ilegal 811 dan gadai ilegal 17. Pada 2022 investasi ilegal 88, pinjol ilegal 531 dan gadai ilegal 5, " ucapnya.
Menurutnya masih banyak masyarakat yang terjerumus investasi ilegal lantaran mudah tergiur dengan iming iming keuntungan besar dalam waktu cepat yang dijanjikan pelaku dan tidak paham tentang investasi. Pelaku juga membuat kemudahan aplikasi web dan penawaran melalui media sosial serta banyak server di luar negeri.
"Masyarakat harus memahami ciri ciri investasi ilegal seperti menjanjikan keuntungan yang tidak wajar dalam waktu cepat, investasi ilegal ini juga menjanjikan bonus dari perekrutan anggota baru atau member get member. Mereka memanfaatkan tokoh masyarakat atau tokoh agama, dan publik figur untuk menarik minat investasi dan klaim tanpa risiko, " ucapnya.
Kemudian yang paling penting, investasi ilegal ini tentunya tidak memiliki legalitas yang jelas seperti tidak memiliki izin usaha, memiliki izin kelembagaan (PT, koperasi, CV, yayasan, dll) tapi tidak punya izin usaha. Lalu memiliki izin kelembagaan dan izin usaha namun melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan izinnya.
"Modus yang sedang tren saat ini seperti Binary Option, Robot Trading, Aset Kripto dan banyak lagi. Hati hati juga dengan modus Money Game seperti donasi yang digunakan untuk trading forex, like and share postingan di sosial media, tebak skor pertandingan bola dan dijamin uang kembali jika salah menebak serta pembelian paket produk fiktif dengan janji imbal hasil tetap yang tinggi, " terangnya.
Tongam memaparkan investasi bodong juga marak dengan cara social engineering atau rekayasa sosial dengan cara memanipulasi kondisi psikologis korban. Empat modus seorang atau social engineering yang lagi marak seperti info perubahan tarif transfer bank, tawaran menjadi nasabah prioritas, tawaran menjadi agen laku pandai.
"Jadi ini salah satu modus yang mulai marak di mana rekening tabungan kita bisa dikuras tanpa kita sadari. Agar terhindar dari kejahatan ini jangan mudah percaya apabila terdapat permintaan atau pertanyaan password, PIN, OTP, MPIN atau data pribadi. Pastikan kembali ke website, call centre dan hotline resmi, jangan sembarangan mengunduh aplikasi meminta akses terhadap seluruh data di ponsel. Sebaiknya blokir nomor telepon dan atau media sosial pelaku, " pungkasnya.
Upaya yang dilakukan SWI untuk mencegah banyaknya korban investasi bodong antara lain dengan mengedukasi masyarakat, melakukan pemblokiran website investasi bodong hingga berkoordinasi dengan aparat untuk melakukan penegakan hukum.
"Selain itu harus dibuka akses pendanaan yang lebih luas kepada masyarakat agar tidak terjerumus kepada investasi dan pinjol bodong. Kemudian kita mengadakan program peningkatan pendapatan masyarakat hingga mendorong adanya UU Fintech," bebernya. [tum]