Konsumen.WahanaNews.co | Terkait tagar boikot yang menjadi trending topic di Twitter, Selasa (28/6) kemarin, senior Legal Manager Aice Group Simon Audry Halomoan Siagian memberi penjelasan.
Tagar tersebut berkaitan dengan permasalahan lampau ketika pada 2020 lalu, terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak kepada ratusan karyawan.
Baca Juga:
PT Pertamina EP Bunyu Field Gelar Pemeriksaan Kesehatan Gratis di Puskesmas Bunyu
Simon menjelaskan, permasalahan PHK terhadap pekerjanya dan ramai dibincangkan di media sosial saat ini sudah diselesaikan secara hukum.
"Situasi yang menjadi perbincangan di media sosial Twitter saat ini merupakan masalah yang telah diselesaikan secara hukum oleh PT Alpen Food Industry (PT AFI), dalam hal ini merupakan anak perusahaan AICE dan pihak pekerja. Perusahaan telah menjalankan kewajibannya selaku pelaku usaha sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia," ujar Simon dalam keterangannya dilansir dari CNNIndonesia.com, Rabu (28/6).
Selain itu, lanjut Simon, tuntutan yang dilakukan bukan dilakukan oleh buruh perusahaan. Karena berdasarkan ketentuan hukum mereka yang menuntut sudah dikualifikasikan mengundurkan diri dari perusahaan sejak awal 2020 yang lalu.
Baca Juga:
Kembali Raih TOP HALAL AWARD, Aice Konsisten Jaga Kepercayaan Konsumen Selama Dua Tahun Berturut-turut
Simon juga meluruskan perihal informasi tidak utuh terkait PHK terhadap pekerjanya. Menurutnya, semua bermula ketika para pekerjanya menuntut kenaikan upah sebesar Rp11 juta per bulan namun PT AFI tidak menyanggupinya. Di sisi lain, para pekerja melakukan aksi mogok kerja.
"PHK dilakukan karena sejumlah buruh melakukan mogok kerja tidak sah yang tidak sesuai dengan aturan," ujarnya.
Menurut Simon, berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 232 Tahun 2003 (Kepmenaker 232/2003), Pasal 6 Ayat 1 dijelaskan bahwa mogok kerja yang tidak sah dikualifikasikan sebagai mangkir. Pada Pasal 6 Ayat 2 juga dijelaskan pemanggilan kembali dalam kurun waktu tujuh hari selama dua kali berturut turut dengan bentuk tertulis maupun lisan.
Oleh karena itu PHK dilakukan karena pekerja dikualifikasi sebagai mengundurkan diri. Atas dasar itu perusahaan tidak memberikan pesangon, melainkan uang pisah dan memenuhi kewajiban lainnya yang menjadi hak pekerja seperti upah cuti yang belum dibayarkan.
"Lebih lanjut, hak-hak eks karyawan telah kami bayarkan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Namun dalam praktiknya, dari beberapa di antara mereka yang mengembalikan hak mereka yang sebelumnya dikirimkan oleh perusahaan berdasarkan putusan mediasi dari Mediator," tambah Simon.
Terkait dengan permintaan sebagian pekerja yang ingin dipekerjakan kembali, Simon memberi penjelasannya. Menurut Simon, berdasarkan ketentuan Pasal 6 Ayat 2 Kepmenaker 232/2003, perusahaan telah melakukan pemanggilan dua kali berturut-turut untuk masuk kerja kembali.
Namun karena urung dipenuhi para pekerja, maka mereka tidak diperkenankan kembali bekerja karena sudah dikualifikasi mengundurkan diri.
"Berdasarkan ketentuan UU ketenagakerjaan, mereka telah terkualifikasi mengundurkan diri karena melakukan mogok kerja tidak sah lebih dari 7 hari, dan karena telah terjadi disharmoni maka tidak ada alasan bagi perusahaan untuk mempekerjakan mereka kembali," kata Simon.
"Pada saat kejadian, pihak perusahaan sudah melakukan pemanggilan kembali, bahkan pernyataan sudah sudah dibacakan di depan publik secara langsung oleh team legal, sudah dikirim surat juga dua kali. Jadi kami juga sudah melakukan upaya dalam menyelesaikan kasus ini," tambahnya.
Simon juga memberi klarifikasi terkait klaim pekerja yang menyebut ada praktik-praktik dalam pekerjaan yang tidak sesuai seperti buruh perempuan mendapat shift malam dan overtime, sehingga banyak pekerja perempuan yang sedang hamil sampai keguguran. Menurut Simon klaim tersebut tidak benar.
Menurut Simon, PT AFI telah menjalankan kewajiban sesuai dengan aturan yang berlaku khususnya bagi buruh perempuan yang sedang hamil. Perusahaan telah melakukan prosedur sesuai dengan Pasal 76 UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dimana, perusahaan sudah melakukan kewajiban dengan memberikan susu kotak dan makanan bergizi setiap malam seperti roti atau makanan lain dalam rangka suplai gizi ibu yang mengandung.
"Sehubungan dengan buruh yang hamil dan keguguran. Aice juga telah melakukan medical check-up bekerjasama dengan RS Omni. Hasilnya pihak rumah sakit menjelaskan bahwa keguguran pada buruh tidak berkaitan dengan kondisi kerja. Dan Alpen tidak mempekerjakan perempuan dalam keadaan hamil di malam hari, sepanjang terdapat surat keterangan dari dokter," kata Simon.
Selain itu, lanjut Simon, perusahaan juga mendapatkan pengawasan oleh Disnaker Kabupaten Bekasi dan tidak ditemukan adanya pelanggaran terhadap perihal memperkerjakan pekerja perempuan hamil di malam hari. PT AFI sendiri merupakan perusahaan yang telah lulus audit dan mendapatkan sertifikasi Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja (SMK3) dengan skor nyaris sempurna.
"Sehingga praktik kerja dan manajemen tunduk terhadap sistem keselamatan dan kesehatan kerja secara ketat," terang Simon.
Lebih jauh Simon menerangkan soal para pekerja yang berdemonstrasi setiap bulan untuk dipekerjakan kembali. Simon menyayangkan hal tersebut dan mendorong agar mereka menghormati asas dan proses hukum berlaku.
"Perusahaan telah menjalankan secara tertib ketentuan ketenagakerjaan dan anjuran mediator Disnaker bekasi. Jika eks karyawan keberatan kami menghimbau agar melakukan gugatan ke PHI," kata dia.
Terakhir, terkait pengembalian dana oleh pekerja karena ingin dipekerjakan kembali, Simon turut mengomentarinya. Dia mengakui ada sekitar 20 persen karyawan yang mengembalikan uang pesangon dan uang hak mereka.
"Namun 80 persen lainnya telah menerima bahkan menandatangani surat perjanjian bersama dan sudah dicatatkan di Pengadilan Hubungan Industrial," tambahnya. [tum]