Konsumen.WahanaNews.co | Usai viral tabungan haji milik seorang warga Solo rusak dimakan rayap, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengimbau masyarakat untuk menyimpan uang di bank.
Sekretaris LPS Dimas Yuliharto mengungkapkan menyimpan uang di rumah sangat berisiko. Pasalnya, uang itu bisa rusak atau bahkan hilang.
Baca Juga:
OJK Cabut Izin Usaha PT BPR Lubuk Raya Mandiri di Padang
"Sudah saatnya masyarakat paham bahwa menabung di bank itu lebih aman karena dijamin oleh LPS, daripada berisiko hilang atau rusak karena berbagai sebab, lebih baik simpan di bank," ungkap Dimas dalam keterangan resmi, Rabu (14/9).
LPS, sambung Dimas, menjamin tabungan masyarakat di bank termasuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) maksimal Rp2 miliar per nasabah. Dengan demikian, uang nasabah akan tetap aman meski bank tersebut bangkrut.
"Jadi kalau banknya bangkrut atau ditutup, LPS akan menjamin tabungan tersebut," imbuh Dimas.
Baca Juga:
Pemprov Sulbar Membangun Akses Keuangan untuk Pembangunan Ekonomi Desa
Namun, masyarakat harus memenuhi sejumlah syarat jika ingin dijamin oleh LPS. Syarat itu disebut dengan 3T, yakni tercatat di pembukuan bank, tingkat bunga simpanan yang diterima tidak melebihi tingkat bunga penjaminan LPS, dan tidak memiliki kredit macet.
Sebelumnya, tabungan haji senilai puluhan juta milik seorang warga Solo bernama Samin (53) rusak dimakan rayap. Pria yang sehari-hari bekerja sebagai penjaga sekolah di SDN Lojiwetan Solo itu mengumpulkan uangnya sejak 2,5 tahun terakhir.
"Awalnya saya punya keinginan daftar haji sama istri dan anak-anak, dapat rezeki sedikit demi sedikit saya masukkan ke kaleng. Itu tabungan sejak sebelum pandemi covid-19," ujar Samin.
Samin pun lantas melaporkan kejadian itu ke Bank Indonesia (BI). Ia berharap memperoleh uang pengganti dari bank sentral RI.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Kantor Perwakilan BI Surakarta Nugroho Joko Prastowo mengungkapkan bank sentral akan mengganti uang yang rusak selama memenuhi syarat. Salah satunya ukuran uang rusak minimum dua per tiga dari ukuran penuh.
"Kenapa begitu, karena kalau minimum setengahnya bisa jadi malah terjadi dobel klaim," tutur Nugroho.
Apabila uang sudah terpisah, kata Nugroho, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyusun lembaran demi lembaran untuk mengumpulkan uang rusak yang masih dua per tiga dari ukuran penuh.
"Tugas beratnya adalah menyusun lembaran-lembaran kecil yang terpisah," ujar Nugroho.
Selain itu, pihak yang menyusun uang tersebut harus pemilik langsung, bukan petugas BI. Dalam kasus Samin, tak semua uangnya bisa diganti karena terbentur syarat-syarat tersebut. [tum]