"Namun, sampai sekarang belum ada pengaduan resmi terkait kasus Meikarta ini yang sampai ke kami," imbuh Fitrah.
Kendati demikian, Pemerintah menjamin akan melakukan tindakan aktif apabila ada pengaduan kepada Kementerian PUPR dengan menyampaikan dokumen-dokumen resmi, seperti Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan bukti pembayaran lainnya.
Baca Juga:
Buka Layanan di Meikarta, Imigrasi Bekasi Siap Layani 2000 Pemohon Paspor Kolektif Selama Sepekan
Dari dokumen-dokumen ini bisa ditelusuri kronologinya secara jelas dan terang sehingga Pemerintah bisa memfasilitasi untuk dicari jalan keluarnya. Fitrah mengatakan, sebelumnya Kementerian PUPR telah menerima pengaduan sengketa properti antara konsumen dan pengembang. Kebanyakan terkait dengan pengelolaan apartemen.
"Saya ingat, ada satu apartemen di Bandung. Konsumen tidak bisa mendapatkan sertifikat hak milik satuan rumah susun (SHMSR) karena sebagian unit digadaikan oleh pengembangnya," ungkap Fitrah.
Sengketa properti antara konsumen dan pengembang bukan terjadi sekali ini saja. Sebelumnya, tahun 2021 Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencatat terdapat 25 pengembang yang diadukan konsumennya.
Baca Juga:
Hak 131 Konsumen Meikarta yang ke DPR Terpenuhi
Oleh karena itu, Fitrah menegaskan kepada para pihak pemangku kepentingan di sektor properti agar taat dan mengimplementasikan regulasi-regulasi yang sudah ditetapkan. Tak hanya pengembang, juga pemda yang mengeluarkan perizinan proyek properti.
Sekarang sudah ada Peraturan Pemerintah (PP) 12 Tahun tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, serta PP Nomor 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Rumah Susun.
"Kami selalu menyampaikan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mendorong agar pemda menyiapkan aturan turunannya, seperti pada PP 12 yang menyatakan bahwa pengawasan dari pemasaran harus dilakukan oleh pemda," tegas Fitrah.