Lebih lanjut, Prof Zullies mengungkapkan bahwa dampak buruk tergantung pada seberapa tinggi paparan EtO. Selama dalam kadar tertentu, atau batas aman yang ditetapkan sesuai regulasi, tidak memicu risiko kesehatan. Ia juga menyarankan agar bahan pengawet yang dipakai dalam makanan bisa diganti dengan bahan pengawet lain.
"Sebetulnya efeknya pada tubuh tergantung dari jumlahnya, saya kira kandungan itu (etilen oksida pada mie Sedaap) pasti kecil sekali. Etilen oksida memang tidak sering dipakai karena ada macam-macam pengawet lain seperti natrium benzoat misalnya," ucapnya.
Baca Juga:
Buntut Penarikan Indomie, YLKI Minta BPOM Revisi Regulasi Etilen Oksida
"Tapi sejauh ini, selama memenuhi atau tidak berlebihan kadarnya, sebetulnya masih aman," sambung dia.
Tanggapan BPOM
Berdasarkan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) produk mi instan yang ditarik di Hong Kong berbeda dengan produk bermerek sama yang beredar di Indonesia. Produk yang beredar di Indonesia memenuhi persyaratan yang ada.
Baca Juga:
Taiwan Sebut Picu Kanker, YLKI Minta BPOM Audit Produk Indomie
Meski begitu, sebagai langkah kehati-hatian, BPOM RI tengah mengatur kebijakan kandungan etilen oksida termasuk melakukan pengujian sampling pada produk tersebut untuk mengetahui tingkat kandungan senyawa etilen oksida.
"Belajar dari kasus terdahulu, dan mengingat bahwa saat ini Codex Allimentarius Commission (CAC) sebagai organisasi internasional di bawah World Health Organization (WHO)/Food and Agriculture Organization (FAO) belum mengatur mengenai EtO dan senyawa turunannya, serta pengaturannya yang sangat beragam di berbagai negara, maka BPOM menindaklanjuti isu ini dengan meminta klarifikasi dan penjelasan lebih rinci kepada otoritas keamanan pangan Hong Kong mengenai hasil pengujian dimaksud," terang BPOM dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Kamis (29/9). [JP]