WahanaNews-Konsumen | Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) angkat suara soal peluang pedagang 'bandel' membebankan biaya transaksi QRIS ke pembeli.
"Pemerintah bisa memanggil para penyedia layanan QRIS (aplikator), mencari solusi bersama agar konsumen tidak dibebankan akibat inovasi layanan kepada konsumen," kata Ketua Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI Rio Priambodo dilansir CNNIndonesia, Minggu (09/07/23).
Baca Juga:
Bank Indonesia Aceh Luncurkan Modul Dakwah untuk Akselerasi Digitalisasi Pembayaran QRIS
Rio mengatakan pemerintah seharusnya membuat regulasi yang pro terhadap konsumen.
Ia menyayangkan jika pada akhirnya pembeli malah menjadi korban dengan dibebankan biaya tambahan QRIS tersebut. Menurutnya, pedagang atau pelaku usaha pengguna QRIS harus berinovasi.
"Untuk melayani konsumen di era digital, pelaku usaha dituntut harus terus berinovasi untuk memudahkan pelayanan transaksi terhadap konsumen, bukan malah memberatkan konsumen atas kehadiran inovasi," kritik Rio.
Baca Juga:
Fenomena Kelas Menengah RI Hidupnya Makin Susah, Ini Buktinya
"Jangan sampai nanti penyedia layanan QRIS memotong transaksi tidak sampai satu persen, tetapi pelaku usaha membebankan kepada konsumen lebih dari potongan merchant," tandasnya.
BI resmi memberlakukan biaya layanan QRIS bagi Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) sebesar 0,3 persen sejak 1 Juli 2023. Sebelumnya, biaya Merchant Discount Rate (MDR) QRIS tidak dipungut alias 0 persen hingga 30 Juni 2023 lalu.
Gubernur BI Perry Warjiyo menekankan kebijakan ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan layanan dan efisiensi transaksi sistem pembayaran digital serta perluasan ekosistem ekonomi keuangan digital di Indonesia.