Perapki.WahanaNews.co | Pencabutan surat kuasa pengacara Bharada Eliezer alias Bharada E, Deolipa Yumara, mendapat perhatian mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan.
Dahlan Iskan ingin tahu mengapa surat kuasa Deolipa Yumara sebagai pengacara Bharada E mendadak dicabut.
Baca Juga:
Kasus Korupsi LNG Pertamina, KPK Panggil Dahlan Iskan sebagai Saksi
“Saya menghubungi Deolipa kemarin siang. Saya pikir Deolipa itu orang Manado. Gaya bicaranya sama sekali bukan seperti orang Jawa,” kata Dahlan Iskan dalam tulisannya berjudul Surat Kuasa, Minggu (14/8).
Rupanya Deolipa diboyong ke Bitung Sulawesi Utara sejak umur 4 tahun. Karena itulah gaya bahasanya seperti orang Manado.
Almarhum ayahnya anggota TNI-AL. Pangkatnya sersan mayor. Saat Deolipa kecil Sang Ayah pindah tugas ke Bitung, dekat Manado.
Baca Juga:
KPK Panggil Eks Menteri BUMN Terkait Dugaan Korupsi LNG Pertamina
Deolipa sudah menjadi pengacara selama 20 tahun. Bukan pengacara biasa. Ia selalu menyebut dirinya dengan gagah: pengacara Merah Putih.
Pentingnya penegakan hukum menjadi darah dagingnya. Sampai juga ke sumsumnya. Ia sangat dekat dengan para pejabat tinggi polisi, khususnya pejabat tinggi yang juga berjiwa Merah Putih.
Deolipa menceritakan awal mula diangkat sebagai pengacara Bharada E hingga surat kuasanya dicabut.
Suatu siang Deolipa dibangunkan. Padahal ia baru sempat tidur dua jam. Malam sebelumnya ia tidak tidur sama sekali. Sepanjang malam. Paginya pun belum bisa tidur. Maka di hari Sabtu itu ia baru berangkat tidur pukul 12 siang.
“Saya dibangunkan sekitar pukul 14.00,” ujar Deolipa.
Deolipa dibangunkan karena ada telepon dari seseorang.
“Nih, ada pekerjaan Merah Putih,” ujar yang menelepon, seperti diceritakan Deolipa kepada Dahlan Iskan.
Si penelepon adalah pejabat cukup tinggi di Mabes Polri.
Deolipa langsung bergegas ke Mabes Polri. Setibanya di sana, Deolipa mendapat penjelasan apa yang telah terjadi di Duren Tiga, rumah Irjen Derdy Sambo.
“Ternyata benar. Ini Merah Putih,” kata Deolipa dalam hati.
Maksudnya, ada urusan kebenaran yang harus ditegakkan. Juga ada pencemaran nama Polri yang harus dibersihkan. Terutama yang membuat kotor itu yang harus dicuci.
Maka Deolipa pun diantar menemui Bharada E di tempat tahanannya. Di situlah Bharada E menandatangani surat kuasa ke Deolipa.
Deolipa pun merasa tugas itu tugas Merah Putih. Pemberi tugas pun resmi.
Maka ketika kuasa itu dicabut, Deolipa terlihat sewot. Ia pun terpikir mempersoalkan fee.
Ia merasa berhak meminta fee sebagai pengacara Bharada E. Sejak surat kuasa ditandatangani sampai dicabutnya.
“Saya akan menuntut fee Rp 15 triliun,” ujar Deolipa kepada media. Menuntut siapa? “Negara. Bagi negara Rp 15 triliun kan kecil,” katanya.
Untuk apa uang sebanyak itu?
“Ya kan bisa untuk foya-foya,” kata Deolipa.
Kelihatannya seperti jenaka tapi Deolipa serius, dalam arti ada apa surat kuasa dicabut. Sepertinya ada yang menginginkannya dicabut.
Surat pencabutan itu diketik, bukan tulisan tangan. Berarti ada yang membuatkan. Juga tanpa alasan apa pun, meski pencabutan surat kuasa tidak harus pakai alasan.
Memang memberi dan mencabut surat kuasa hak sepenuhnya klien. Dalam hal ini Bharada E. Itu Deolipa juga paham. Tapi tetap ada pertanyaan “mengapa dan ada apa?”.
Pendiri KB UI
Dahlan Iskan menceritakan Deolipa SH, SPsi adalah alumnus Universitas Indonesia. Sekaligus sarjana hukum dan sarjana psikologi.
Deolipa aktivis sejak di almamater. Ia tokoh aktivis 1998 –hanya saja tidak termasuk yang diculik Tim Mawar.
Ia juga ikut mendirikan KB-UI –Keluarga Besar Universitas Indonesia– yang sangat kritis itu.
Deolipa keturunan Jombang tapi lahir di Jakarta. Di kompleks TNI AL. Karena itu Deolipa masuk SMAN 52 Jakarta.
Kampung asli ayahnya dekat Tebuireng, Jombang, dan keluarganya menjalin hubungan dekat dengan pondok “Bintang Sembilan” NU itu.
Bahkan kakeknya termasuk salah satu pendiri pondok Bintang Sembilan lainnya: Lirboyo, Kediri.
“Saya ini keturunan Islam,” kata Deolipa.
Bahwa namanya Deolipa itu terkait dengan hari kelahirannya: Desember-rebO-Legi-Pagi.
“Lihatlah kalender lama. Tanggal 13 Desember 1972 pasti Rebo Legi,” ujarnya.
Dahlan Iskan mengaku percaya saja dengan ucapan Deolipa.
“Saya tidak punya kalender lama. Mau bertanya ke Google saya ragu: apakah software Amerika punya kepercayaan pada Pon-Wage-Kliwon,” kata Dahlan.
“Saya belum pernah bertemu dengannya. Tapi ia bisa bercerita dalam sekali soal jerohan kepolisian,” tambah Dahlan.
Mantan Dirut PLN ini kemudian bertanya kepada Deolipa, jangan-jangan pernah aktif di kepolisian.
Deolipa hanya tertawa lebar mendengar pertanyaan Dahlan.
“Pokoknya saya ini orang dalam lah,” jawab Deolipa.
“Pangkat terakhir Anda apa,” tanya Dahlan agak ngawur sambil memancing.
“Pangkat saya seniman,” jawab Deolipa.
Dahlan melihat foto status di HP Deolipa yang sedang memangku gitar. Deolipa gitaris. Punya grup band.
“Dan inilah acara Deolipa berikutnya: konser musik. Yakni untuk mengenang Brigadir Josua. Senin minggu depan. Di Bidakara, Jakarta,” kata Dahlan.
Deolipa sendiri penyelenggaranya: Deolipa Project Band dan Deolipa Yumara Law Office.
“Saya hanya bisa usul kecil-kecilan: agar lagu satu ini ikut dinyanyikan. Inilah salah satu lagu yang belakangan suka dinyanyikan Yosua: Full Senyum Sayang,” beber Dahlan.
“Di samping menonton konser tetaplah memperhatikan siapa pengacara Bhadara E berikutnya. Lalu ke mana orientasinya.
Cukup. Baiknya Anda jangan tebak dulu ke mana arah perkembangannya. Kecuali Anda sudah dewasa,” tandas Dahlan Iskan.
Mantan Pengacara Bharada E, Deolipa Yumara akan menuntut fee sebesar Rp 15 triliun ke Presiden Jokowi.
“Ini kan penunjukan dari negara dari Bareskrim, tentunya saya minta fee saya dong. Saya akan minta jasa saya sebagai pengacara yang ditunjuk negara saya minta Rp 15 triliun. Supaya saya bisa foya-foya,” ucap Deolipa kepada wartawan, Jumat (12/8).
Deolipa bekerja sebagai pengacara Bharada Eliezer selama lima hari. Ia menghitung fee yang harus dia terima Rp3 triliun per hari.
“Saya minta ke Pak Jokowi, siapa tahu DPR banyak duit. Saya jeda dikit saya ini aktivis 98. Yang ikut dari masa Soeharto. Dibeginikan oleh negara saya minta aja fee. Satu hari Rp 3 triliun cukup buat foya-foya,” kata Deolipa.
Ia menjelaskan uang Rp 15 triliun tersebut akan dibagi-bagikan ke banyak pihak, termasuk keluarga Brigadir Josua.
“Saya mau foya-foya kan 5 hari, Rp 3 triliun saya kasih ke petani-petani di Indonesia, Rp 3 triliun saya bagi ke wartawan, Rp 3 tirliun ke semua orang susah, Rp 3 triliun SDM Polri jadi bagus, Rp 3 triliun saya mau kasih ke keluarga korban. Saya Cuma ambil nol rupiah, satu rupiah kan gak ada,” tandas Deolipa. [tum]