“Jadi sebenarnya kami sudah memiliki outline mengantisipasi potensi, apakah itu kesalahan nasabah atau kesalahan bank mengalami kerugian akibat transaksi digital. Masyarakat dapat menyampaikan pengaduan melalui berbagai kanal digital tadi,” kata Anung.
Dari sisi regulasi, kata Anung, OJK akan merevisi POJK mengenai manajemen risiko teknologi informasi (MRTI) menjadi POJK mengenai penyelenggaraan teknologi informasi, yang cakupannya lebih luas serta tidak terbatas pada manajemen risiko saja.
Baca Juga:
BNI Blokir 214 Rekening Terindikasi Judi Online Hingga Juni 2024
Anung menuturkan, literasi digital nasabah menjadi kunci di era digital. Para peretas mengincar lapisan terlemah dalam ekosistem perbankan digital, yaitu nasabah. Oleh sebab itu literasi digital masyarakat harus terus ditingkatkan oleh seluruh pemangku kepentingan.
Sementara itu, Direktur IT dan Operasi BNI YB Hariantono mengatakan, dalam menjaga dan melindungi data nasabah perusahaan berfokus pada dua area. Pertama, penguatan di internal, sehingga nasabah dapat melakukan transaksi digital dengan aman dan nyaman melalui aplikasi.
BNI juga meningkatkan infrastruktur, teknologi dan proses sehingga transaksi makin aman, khususnya dalam menghadapi serangan dari luar. Kedua, membangun kesadaran masyarakat agar terhindar dari social engineering dan penipuan mengatasnamakan perbankan.
Baca Juga:
Menko Airlangga Minta Masyarakat Pahami Dulu Manfaat Tapera
“Kami membuat program-program awareness yang berkelanjutan dan rutin kepada nasabah. Ini bisa dilakukan oleh perbankan sendiri, atau bersama-sama dengan industri dan regulator,” ujar Hariantono.
Selain itu, lanjutnya, BNI juga terus berinvestasi dalam penguatan teknologi informasi. Dari belanja modal yang disiapkan untuk pengembangan teknologi informasi tersebut, alokasi dana yang disalurkan untuk peningkatan keamanan siber cukup besar.
“Dana tersebut digunakan untuk peningkatan infrastruktur, perangkat lunak, dan kepatuhan untuk keamanan siber yang lebih kuat,” pungkasnya. [tum]