Perapki.WahanaNews.co | Gagasan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak yang menggantikan Lili Pintauli Siregar ramai-ramai dikritik pegiat anti korupsi.
Dalam pemaparan visi dan misi di Komisi III DPR, Johanis mengusulkan penerapan keadilan restoratif atau restorative justice dalam kasus tindak pidana korupsi (tipikor).
Baca Juga:
Pj Wali Kota Pekanbaru Tersandung Kasus Korupsi, Kinerja Pemkot Jadi Sorotan
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengaku kaget mendengar usulan tersebut. Sebab, menurut dia, restorative justice menekankan pada keadilan bagi pelaku dan korban.
"Waduh. RJ [restorative justice] hanya boleh jika ada perdamaian pelaku dengan korban. Lha, korban korupsi kan seluruh WNI, gimana cara damainya, enggak akan pernah bisa damai," ujar Boyamin kepada CNNIndonesia.com melalui pesan suara, Kamis (29/9).
Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM) Zaenur Rohman bertanya-tanya agenda apa yang dibawa Johanis ke KPK dalam satu tahun masa jabatan. Menurut Zaenur, keadilan restoratif tidak relevan pada kasus korupsi.
Baca Juga:
Hari Kedua Hakordia: KPK Lelang Apartemen hingga Rusun Rafael Alun
"Menurut saya restorative justice jadi tidak sangat relevan untuk jenis tindak pidana berupa korupsi. Itu sudah menunjukkan bahwa Johanis Tanak masih banyak tanda tanya bagi publik, akan bawa agenda apa ke KPK dalam satu tahun ini," ucap dia.
Zaenur menegaskan restorative justice berperspektif korban. Sementara itu, lanjut dia, korban dari kasus tipikor adalah masyarakat luas, sehingga tidak mungkin ada perdamaian.
"Restorative justice sangat berperspektif kepada korban, sedangkan korban dari tipikor itu kan masyarakat luas sehingga tidak mungkin ada semacam perdamaian antara pelaku dan korban," kata Zaenur.