PPPKI.id | Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyebutkan kebijakan wajib PCR bagi penumpang pesawat diskriminatif, lantaran memberatkan dan menyulitkan konsumen.
"Diskriminatif, karena sektor transportasi lain hanya menggunakan antigen, bahkan tidak pakai apapun," katanya dilansir Antara, Sabtu (23/10).
Baca Juga:
Kemenkes Katakan Kasus Kematian Akibat Virus Corona di Indonesia Kembali Meningkat
Tulus juga menuturkan Harga Eceran Tertinggi (HET) tes PCR di lapangan banyak diakali oleh penyedia sehingga harganya naik berkali lipat.
"HET PCR di lapangan banyak diakali oleh provider dengan istilah 'PCR Ekspress', yang harganya tiga kali lipat dibanding PCR yang normal. Ini karena PCR normal hasilnya terlalu lama, minimal 1x24 jam," tuturnya. Seperti dilansir dari WahanaNews.co, Senin, 25/10/21.
Tulus menilai syarat wajib PCR sebaiknya dibatalkan atau minimal direvisi. Misalnya, waktu pemberlakuan PCR menjadi 3x24 jam, mengingat di sejumlah daerah tidak semua laboratorium PCR bisa mengeluarkan hasil cepat.
Baca Juga:
Menteri Kesehatan akan Buat Aturan Test PCR Bisa di Apotek
"Atau cukup antigen saja, tapi harus vaksin dua kali. Dan turunkan HET PCR kisaran menjadi Rp200 ribuan," imbuhnya.
Tulus meminta agar kebijakan soal syarat penumpang pesawat terbang benar-benar ditentukan secara adil.
"Jangan sampai kebijakan tersebut kental aura bisnisnya. Ada pihak pihak tertentu yang diuntungkan," pungkas Tulus Abadi.
Seperti diketahui, dalam aturan terbaru surat keterangan hasil negatif RT-PCR maksimal 2x24 jam dijadikan syarat sebelum keberangkatan perjalanan dari dan ke wilayah Jawa-Bali serta di daerah yang masuk kategori PPKM level 3 dan 4.
Untuk luar Jawa-Bali, syarat ini juga ditetapkan bagi daerah dengan kategori PPKM level 1 dan 2, namun tes antigen masih tetap berlaku dengan durasi 1x24 jam. Sebelumnya, pelaku penerbangan bisa menggunakan tes antigen 1x24 jam dengan syarat calon penumpang sudah divaksin lengkap. [jef]