Wakil Ketua LPSK Susilaningtias menambahkan, selain penyerahan kompensasi bagi korban terorisme masa lalu, pada saat yang sama juga ada penyerahan kompensasi bagi korban peristiwa terorisme setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, yaitu peristiwa tindak pidana terorisme penyerangan anggota Polri dan warga sipil.
Pembayaran kompensasi itu berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 249/PID.SUS/2021/PT DKI, tertanggal 27 Oktober 2021 sebesar Rp1.008.789.872,00 kepada lima orang dan/atau ahli waris korban.
Baca Juga:
Nasib Pilu Siswi SMP di Mojokerto, Ayah Tiri dan Kakak Ipar Tega Perkosa hingga Hamil
Menurut Susi, ada perbedaan mekanisme pembayaran kompensasi bagi korban peristiwa terorisme sebelum dan sesudah lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018.
Bagi korban terorisme masa lalu atau sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, pembayaran kompensasi berdasarkan keputusan LPSK yang sebelumnya melakukan asesmen untuk menilai derajat luka korban.
"Kami juga memberikan penghargaan yang tinggi kepada Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) yang dalam 2 tahun terakhir terus bersama-sama LPSK melakukan asesmen medis untuk menentukan derajat luka yang dialami korban. Derajat luka diperlukan sebagai pijakan menentukan nilai kompensasi," ujar Susi.
Baca Juga:
Mahasiswi Tewas di Kontrakan di Depok, Ibu Lapor Anaknya Pelaku Pembunuhan
Sementara itu, kompensasi bagi korban peristiwa terorisme sesudah lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, kata dia, melalui proses peradilan dan kompensasi dibayarkan atas putusan pengadilan, seperti kompensasi terhadap lima korban dan/atau ahli waris korban di Sulteng.
"Untuk pembayaran kompensasi peristiwa terorisme setelah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, LPSK berpegangan pada putusan pengadilan," kata Susi menegaskan.
Diharapkan pula bahwa kompensasi yang dibayarkan dapat digunakan untuk pemulihan kehidupan sosial ekonomi para korban.