Wahanaadvokat.com | Sebanyak delapan jaksa dari Kejaksaan Agung ditunjuk untuk mendalami perkara kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan tersangka Pendeta Saifuddin Ibrahim.
Kejaksaan Agung menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus tersebut.
Baca Juga:
Tokoh Agama dan MUI Banten Deklarasikan Pilkada 2024 Damai Tanpa Isu SARA
Kasus berawal dari pernyataan Saifuddin yang meminta agar 300 ayat Al-Quran dihapus. Ia sudah menjadi tersangka dan saat ini diburu polisi lantaran tengah berada di Amerika Serikat.
"Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung telah menunjuk 8 (delapan) orang Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk mengikuti perkembangan penyidikan perkara tindak pidana," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana kepada wartawan, Jumat (8/4/2022).
Dia mengatakan bahwa SPDP diterbitkan oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI (Bareskrim Polri) pada 22 Maret 2022 dan diterima Kejagung enam hari setelahnya.
Baca Juga:
Pdt Saifuddin Ketakutan Saat Polisi dan FBI Ketahui Persembunyiannya di AS
Penyidik menjerat Saifuddin dengan Pasal 45A ayat (2) Jo. Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Lalu, Pasal 14 Ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 156a huruf a KUHP.
Ketut menyebut pasal itu berkaitan dengan dugaan tindak pidana ujaran kebencian berdasarkan Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA). Lalu, pencemaran nama baik dan/atau penistaan agama.
Kemudian, dugaan tindak pidana pemberitahuan bohong dan/atau dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat serta informasi yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap.
"Tim JPU akan mempelajari berkas perkara yang diterima dari penyidik," ujarnya.
Kasus bergulir usai Saifuddin menyampaikan keluhan terkait sejumlah situasi kehidupan keagamaan di Indonesia kepada Menag Yaqut Cholil Qoumas lewat media sosial.
Dia turut menyinggung masalah kurikulum pesantren dan mengaitkannya dengan radikalisme, serta usulan menghapus 300 ayat Alquran. [tum]