Proses penyusunan naskah itu, Sogar menerangkan pihaknya melakukan studi banding ke beberapa negara, antara lain Belanda, Jerman, Perancis, dan Jepang.
Ada satu perbedaan yang menjadi perhatian APHK, negara-negara tersebut tidak lagi mengatur sumber perikatan, sementara hukum di Indonesia masih mengatur itu sebagaimana tercantum dalam Pasal 123 KUH Perdata.
Baca Juga:
IPDN-Kemendagri Serahkan 58 Sertifikat Lulusan Program Studi Pendidikan Profesi Kepamongprajaan Angkatan XI dan XII
Ia lanjut menjelaskan pembaruan KUH Perdata di Indonesia lebih realistis dilakukan secara bertahap dan sebagian. Dengan demikian, ia tidak setuju jika pembaruan itu dilakukan lewat kodifikasi ulang KUH Perdata.
Dalam acara yang sama, Ketua Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Anangga W. Roosdiono mengusulkan perlunya membuat aturan lebih detail soal penyelesaian sengketa dan alas-alas hukumnya.
Ia menilai aturan yang lebih spesifik dibutuhkan demi membuat proses penyelesaian sengketa di pengadilan berjalan lebih efektif. [tum]