“Apa enggak bisa dilakukan upaya paksa penahanan? tentu kita tidak punya perjanjian ekstradisi kan dengan Singapura,” ucap Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, Jumat (1/10/2021).
Paulus Tannos bersama tiga orang lainnya pada 13 Agustus 2019 telah diumumkan sebagai tersangka baru dalam pengembangan kasus korupsi e-KTP.
Baca Juga:
Setyo Budiyanto Terpilih sebagai Ketua KPK: OTT Tetap Senjata Utama
Tiga tersangka lain dalam perkara e-KTP itu yakni mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, Anggota DPR RI 2014-2019 Miriam S Hariyani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP, Husni Fahmi.
Dalam konstruksi perkara, KPK menduga Paulus Tannos melakukan pertemuan dengan Andi Agustinus, Johanes Marliem, dan tersangka Isnu Edhi Wijaya untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar 5 persen sekaligus skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kemendagri.
KPK menduga, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp 145,85 miliar terkait proyek e-KTP.
Baca Juga:
Lima Pimpinan Baru KPK Ditetapkan, Setyo Budiyanto Jadi Ketua
Akibatnya, negara dirugikan sebesar Rp 2,3 triliun.
Sehingga harga barang-barang yang diperlukan dalam pelaksanaan proyek, yakni selisih dari total pembayaran kepada konsorsium PNRI sebesar Rp 4,92 triliun dengan harga wajar atau harga riil pelaksanaan proyek e-KTP 2011-2012 sejumlah Rp 2,6 triliun.
Empat orang itu disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. [dny]