Dia kemudian menulis kritik terhadap proses seleksi tersebut di grup WA “Unsyiah Kita” yang beranggotakan sekitar 100 dosen universitas tersebut.
Pesan yang dia tulis kemudian beredar di kalangan karyawan universitas dan akhirnya diketahui oleh dekan fakultas teknik, yang bukan merupakan anggota grup WA itu.
Baca Juga:
Peredaran Ganja Asal Aceh Tujuan Sumbar 624 Kg Diungkap BNN
Dekan tersebut melaporkan Saiful Mahdi ke Senat yang kemudian memanggilnya untuk dimintai klarifikasi pada 18 Maret 2019.
Setelah itu, Senat mengirim surat kepada Saiful Mahdi pada 6 Mei 2019, yang menyatakan tidak adanya pelanggaran kode etik dan meminta Saiful untuk menulis surat permintaan maaf kepada jajaran pimpinan fakultas teknik terkait pernyataan yang dia buat.
Namun, Saiful menolak untuk meminta maaf dan mempertanyakan keputusan Senat karena dirinya belum pernah diperiksa dalam sidang etik atas kasus tersebut.
Baca Juga:
Dari Aceh, Presiden Jokowi Lanjutkan Kunjungan Kerja ke Provinsi Sumatra Utara
Pada 4 Juli 2019, Saiful dipanggil oleh Kepolisian Resor Kota Banda Aceh sebagai saksi dalam kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh dekan fakultas teknik.
Setelah diperiksa, dia ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE karena diduga mencemarkan nama baik dekan tersebut, meski Saiful Mahdi tidak pernah menyebut nama siapa pun dalam pesan WA-nya.
Kasus tersebut diadili dan pada 21 April 2020.