2. Total volume DMO batu bara PLN dikalikan dengan harga patokan atas DMO batu bara US$ 70 per ton.
3. Selisih kebutuhan yang harus dibantu melalui BLU tersebut, berarti perhitungan pada asumsi pembelian dengan harga pasar (no.1) dikurangi dengan pembelian menggunakan DMO (no.2).
Baca Juga:
Ratu Batu Bara Tan Paulin Diperiksa KPK di Kasus Rita Widyasari
4. Pungutan untuk perusahaan batu bara berasal dari selisih kebutuhan yang harus dibantu BLU (no.3) dibagi dengan jumlah produksi batu bara nasional dalam setahun, sehingga diperoleh lah besaran iuran ekspor per ton untuk setiap perusahaan batu bara.
Jadi dengan kata lain, usulan skema pungutan batu bara ini disebutkan untuk "dapat mensubsidi pembelian batu bara PLN di harga pasar."
Usulan skema iuran ekspor batu bara ini dilakukan karena dianggap memberikan sejumlah keuntungan atau win-win solution karena:
Baca Juga:
KPK Ungkap Eks Bupati Kukar Dapat US$5 per Matrik Ton dari Perusahaan Batu Bara
- Tidak terjadi distorsi pasar karena PLN tetap membeli di harga pasar, tapi di sisi lain beban subsidi dinilai tidak akan bertambah karena selisih harga pasar dan harga acuan DMO US$ 70 per ton disubsidi dari pungutan para produsen batu bara.
- Tidak perlu ada pembedaan royalti domestik untuk pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) hasil konversi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), sehingga dinilai akan meningkatkan Penerimaan Bukan Pajak (PNBP) secara signifikan saat harga batu bara meningkat. [tum]