Oleh Bambang Soesatyo
Wahanaadvokat.com | Ekosistem investasi berbasis daring (dalam jaringan) pada akhirnya harus protektif. Kesadaran dan menguatnya minat masyarakat berinvestasi hendaknya diakomodir dengan mekanisme perlindungan undang-undang negara. Sebab, ekosistem investasi yang minim perlindungan telah menelan banyak korban dengan nilai kerugian triliunan rupiah.
Baca Juga:
Ini Tips Memilih Broker Terbaik saat Mau Mulai Trading
Beberapa pekan belakangan ini, marak pemberitaan tentang penipuan berkedok investasi. Tak kalah ramainya adalah kegiatan polisi mencari dan menangkap mereka yang diduga sebagai pelaku penipuan berkedok investasi bodong. Masih dalam konteks yang sama, di jagat media sosial, komunitas lainnya juga menyoroti dugaan penipuan investasi dengan beragam modus, termasuk modus meminta sumbangan atau amal.
Pekan lalu, Satuan Tugas Waspada Investasi (SWI) mengungkap data yang secara tidak langsung mengonfirmasi maraknya penipuan berkedok investasi itu. Dalam media briefing virtual pada Senin (21/2), SWI mengungkapkan bahwa kerugian masyarakat dalam 10 tahun terakhir akibat investasi ilegal atau bodong terus bertambah. Kerugian masyarakat dari 2011 hingga 2022 tercatat Rp 117,5 triliun. Tentu saja nilai kerugian ini tidak bisa dibilang kecil.
Masih pada pekan yang sama, tepatnya pada Kamis (24/2), Bareskrim Polri menetapkan Indra Kenz sebagai tersangka. Ia diketahui sebagai affiliator aplikasi trading binary option Binomo. Ia ditetapkan sebagai tersangka setelah menjalani pemeriksaan sebagai saksi selama hampir tujuh jam. Belakangan ini, aplikasi Binomo dipahami sebagai platform judi, bukan platform investasi.
Baca Juga:
Pemkab Labura Percepat Penyusunan IPRO untuk Dorong Investasi Strategis di Labuhanbatu Utara
Sehari sebelumnya, atau Rabu (23/2), Polisi akhirnya meringkus Sulfikar (39), buron kasus investasi bodong mata uang kripto. Sulfikar ditangkap di Palembang, Sumatera Selatan, setelah sebelumnya ditetapkan sebagai DPO sejak Juni 2021. Dugaan penipuan investasi kripto yang bodong oleh Sulfikar sudah merugikan sejumlah korban senilai Rp 10 miliar di Makassar, Sulawesi Selatan.
Rentetan kasus dugaan investasi bodong yang terungkap, jumlah kerugian masyarakat serta rangkaian pemberitaan tentang kasus-kasus penipuan itu, tentu saja menjelaskan beberapa aspek. Kesimpulan utama yang layak dikedepankan adalah fakta bahwa ekosistem investasi berbasis daring masih jauh dari kondusif, nyaris belum berkepastian dan juga tidak protektif.
Kesannya pun masih carut marut, karena siapa saja yang tidak jelas kompetensinya begitu leluasa membuat dan mengajukan penawaran kepada masyarakat untuk menjadi pihak atau pialang yang mengelola aset serta dana masyarakat. Pialang legal dan pialang ilegal mendapat kesempatan yang sama untuk tampil di ruang publik mengajukan penawaran, karena tidak adanya mekanisme preventif untuk mengeliminasi kehadiran pialang ilegal.