Wahanaadvokat.com | Fahira Idris dan kawan-kawan di DPD RI menggugat presidential threshold dari 20 persen menjadi 0 persen ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Berdasarkan permohonan seperti dikutip dari detikcom melalui website MK, Kamis (30/12/2021), selain Fahira Idris, juga ikut menggugat anggota DPD Tamsil Linrung dan anggota DPD Edwin Pratama Putra.
Baca Juga:
Saldi Isra: KPU Sebaiknya Tak Gunakan Nomor Urut untuk Paslon Pilkada
"Menyatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sepanjang frasa 'yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperolah 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR sebelumnya' bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," demikian bunyi petitum Fahira Idris dkk dalam permohonan yang dilansir website MK, Kamis (30/12/2021).
Menurut Fahira Idris Dkk, Norma Pasal 222 UU a quo bertentangan dengan pasal 28D ayat (1) dan (3) yang memberikan kesempatan kepada:
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, serta untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
Baca Juga:
16 Calon Kepala Daerah Terpilih di Jatim Belum Ditetapkan Karena Sengketa Pemilu di MK
"Bahwa, dengan berlakunya pasal a quo telah menimbulkan ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan pemilu, khususnya terkait dengan sistem pengajuan pasangan calon presiden dan wakil presiden," beber Fahira Idris yang memberikan kuasa ke Ahmad Yani itu.
Dengan adanya pemberlakuan Pasal 22 di atas, kata Fahira, telah menimbulkan perbedaan kedudukan, perbedaan pemberlakuan kepada setiap peserta pemilu yang nanti akan menjadi peserta pemilu, yaitu pencalonan presiden hanya diperbolehkan kepada partai politik yang sudah memiliki hasil pemilu sebelumnya.
"Bahwa ketentuan presidential threshold mengabaikan prinsip perlakuan yang sama di hadapan hukum (equality before the law) dan pemerintahan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 karena mempersempit peluang munculnya tokoh-tokoh alternatif dalam kontestasi pemilihan presiden," ujar Fahira dkk.