Advokat.WahanaNews.co | Kasus AKBP Raden Brotoseno yang masih dipertahankan di Polri meski telah berstatus sebagai terpidana korupsi, disorot Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
Advokat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Teo Reffelsen menyebut Sidang Etik dan Disiplin Kepolisian hanya menjadi sarana impunitas bagi anggota kepolisian.
Baca Juga:
LBH Jakarta Tawarkan Diri Jadi Amicus Curiae Kasus Roy Suryo, Ini Alasannya!
"Sidang etik maupun disiplin justru menjadi sarana impunitas bagi anggota kepolisian," kata Teo dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (3/6).
Ia menilai kasus tersebut merupakan bentuk impunitas terhadap anggota kepolisian yang telah melakukan tindak pidana dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM).
Teo mengatakan bahwa anggota kepolisian yang terbukti melakukan tindak pidana selain dikenakan hukuman pidana juga semestinya diberhentikan secara tidak hormat melalui Sidang Etik dan Disiplin.
Baca Juga:
Bermula dari Review Krim Kecantikan, Dokter Richard Lee Vs Kartika Putri Berujung Bui
Menurutnya, kasus tersebut dapat menciderai rasa keadilan di tengah masyarakat dan menjadi salah satu indikator bahwa reformasi di tubuh kepolisian mengalami kegagalan.
"Jika dibiarkan, hal ini akan semakin menggerus wibawa dan kepercayaan masyarakat atas institusi kepolisian," kata Teo.
Selain itu, Teo mengungkapkan ada beberapa kasus anggota kepolisian yang terbukti melakukan pelanggaran, namun tidak diproses baik secara disiplin, etik, maupun pidana
"Hal tersebut tentu adalah praktik diskriminasi hukum serius yang tidak boleh dibiarkan," ujarnya.
Teo berujar, penyimpangan-penyimpangan tersebut membuktikan bahwa mekanisme pengawasan secara internal dan eksternal di kepolisian lemah, sehingga hal-hal tersebut terjadi bahkan terus mengalami pengulangan.
Pihaknya mendesak Kapolri memerintahkan Kepala Divisi Propam meninjau ulang semua Putusan Etik dan Disiplin yang masih mempertahankan anggota kepolisian meski telah terbukti melakukan tindak pidana dan memastikan semua anggota polisi yang melakukan tindak pidana diberhentikan secara tidak hormat.
Kemudian, LBH Jakarta juga meminta semua sidang kode etik dan disiplin terhadap anggota kepolisian dilakukan sesuai dengan hukum acara dan ketentuan yang berlaku serta menjamin pemeriksaan yang objektif oleh Majelis Kehormatan yang jujur dan adil.
Selain itu, LBH Jakarta mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera melakukan evaluasi terhadap agenda reformasi kepolisian yang mandek dengan melakukan revisi berbagai peraturan perundang-undangan.
Senada, Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil meminta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri terhadap Brotoseno ditafsir ulang.
Pasalnya, salah satu pasal di dalam regulasi itu berbunyi bahwa pemberhentian seorang anggota Polri dapat dilakukan setelah ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan atas dasar pertimbangan pejabat yang berwenang di Polri.
"Kalau baca PP No 1/2003 itu jelas bahwa pemecatan bisa dilakukan bila sudah ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan pertimbangan pejabat yang berwenang," katanya.
"Nah pertimbangan pejabat yang berwenang itu yang akhirnya tidak memecat yang bersangkutan. Jadi kata dan di dalam PP itu harus ditafsirkan ulang," imbuh politikus PKS itu kepada CNNIndonesia.com.
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan akan mendalami alasan Polri tidak memecat Brotoseno meski pernah menjadi terpidana kasus penerimaan suap.
Brotoseno merupakan terpidana dalam kasus penerimaan suap dari pengacara kasus dugaan korupsi cetak sawah di Kalimantan periode 2012-2014. Saat itu, Brotoseno berpangkat AKBP dan sempat bertugas sebagai Kepala Unit (Kanit) di Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim.
Ia ditangkap penyidik Bareskrim pada 2016 dan divonis bersalah pada 2017. Hakim menjatuhkan hukuman pidana kepada Brotoseno 5 tahun penjara. Brotoseno telah bebas bersyarat sejak 15 Februari 2020. Polemik muncul karena ternyata Brotoseno tidak dipecat dari institusi Polri meski sempat jadi terpidana kasus korupsi.
Menurut Kepala Divisi Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, dalam sidang Kode Etik Profesi Polri yang digelar Oktober 2020, Brotoseno hanya diberikan sanksi berupa pemindahan tugas yang bersifat demosi dan diminta untuk meminta maaf kepada pimpinan Korps Bhayangkara. [tum]