Perlindungan semacam ini juga ditemukan dalam California Consumer Privacy Act (CCPA), hukum di negara bagian California di Amerika Serikat yang mengatur perlindungan data pribadi warga California.
CCPA sangat strategis karena banyak raksasa teknologi global berkantor pusat di California sehingga terikat pada hukum tersebut, seperti Google, Facebook, WhatsApp, Instagram, Twitter, Spotify, dan TikTok. Jadi bukan hal sulit bagi mereka memperluas layanan itu ke warga Indonesia, mengingat sebagian sudah melakukannya ke warga luar California meski tidak diwajibkan.
Baca Juga:
Kementerian PU Siap Hadapi Mobilitas Masyarakat Saat Nataru 2025
Jika selama ini seseorang merasa sudah banyak data pribadinya yang dikumpulkan oleh raksasa teknologi itu, ia bisa meminta mereka untuk menghapusnya.
Ketiga, melindungi warga ketika bersengketa dengan perusahaan besar. Pengaruh lain yang bakal dialami langsung oleh warga adalah ketika menuntut hak-hak mereka saat berinteraksi dengan pengendali data seperti media sosial, marketplace, seperti Tokopedia dan Shopee, lalu aplikasi multiguna seperti GoJek, aplikasi game, hingga badan publik yang mengumpulkan data kependudukan.
Dalam relasi kuasa yang tidak imbang itu, warga bisa saja dirugikan dengan besarnya potensi pelanggaran yang dilakukan perusahaan-perusahaan besar di atas.
Baca Juga:
Pj Bupati Abdya Sunawardi Hadiri Rapat Kerja dan Dengar Pendapat DPR RI
Hal ini tentunya membutuhkan tindakan tegas, adil, dan transparan dari otoritas negara.
Pengalaman GDPR membuktikan, denda yang besar tapi terukur menjadi penekan pengendali data untuk ekstra hati-hati saat memanfaatkan data digital warga. Salah satu denda terbesar di bawah GDPR adalah yang diberikan regulator di Prancis kepada Google sebesar 50 juta euro atau sekitar Rp 858 miliar. [dny]