Dalam arti sebuah tes bahwa suatu perkara yang sudah terjadi selama beberapa waktu yang lama, masih admissible, masih dapat diterima.
"Maka kita sudah mencapai suatu kemenangan besar, artinya bahwa kasus ini masih bisa dihadirkan di pengadilan," ujarnya.
Baca Juga:
Realisasi Investasi di Nagan Raya Aceh Tahun 2023 Naik Rp3,7 Triliun
Dia juga menyebut masa kedaluwarsa kasus yang biasanya dihadirkan dan diterima Pengadilan Federal Australia di rentang tiga tahun sejak kasus terjadi.
Namun dalam kenyataannya, terang Cahyo, bukti bahwa ada kenyataan lingkungan rusak itu dibuktikan di pengadilan Australia di Sydney. Menurutnya, ini menjadi kemenangan besar yang sangat disayangkan jika tidak dikawal hingga tuntas.
"Karena sebetulnya pada saat itu sudah memasuki tahap penghitungan. Paling tidak kita punya satu modal bahwa kasus ini admissible untuk diajukan," ujarnya.
Baca Juga:
Polresta Bandung Ringkus Pelaku Penyalahgunaan BBM Subsidi Jenis Solar di Bojongsoang
Cahyo juga menepis aksi hukum di peradilan internasional itu akan mengganggu hubungan bilateral RI dengan Australia. Sebab apapun keputusan yang diterbitkan pengadilan nanti, tentunya diambil berdasarkan bukti-bukti serta argumentasi hukum yang sama.
"Jadi kita nanti jangan terbawa oleh polemik, ini mengganggu hubungan Indonesia-Australia, tidak-tidak. Sebab ada contoh waktu kita sengketa di Mahkamah Internasional terkait dengan sengketa Pulau Sipadan Ligitan juga tidak ada hubungan yang rusak antara Indonesia dengan Malaysia," tegasnya.