Maka, ia meyakini bahwa penerapan sistem “banyak wadah” (multi bar) bisa menjadi lebih dinamis ketimbang “wadah tunggal” (single bar).
Tentu, menurutnya, tidak masalah jika nantinya pendidikan dan kode etik advokat diatur oleh suatu badan khusus yang ditunjuk oleh pemerintah RI.
Baca Juga:
Soal Rencana Pembangunan PLTN Pertama di Indonesia, ALPERKLINAS Harapkan Pemerintah Sosialisasi ke Masyarakat dengan Masif
“Saya sepakat terkait wacana pembentukan badan, entah itu namanya mahkamah profesi atau dewan kehormatan, serta ujian bersama demi meningkatkan kualitas dan menjaga martabat advokat,” tegasnya.
Setidaknya, tambah Tohom, hal itu untuk menciptakan kesepahaman terhadap perilaku etis advokat.
“Jangan lagi ada advokat yang dihukum di organisasi A, pindah ke organisasi B dan C. Enggak boleh lagi seperti itu. Advokat yang dihukum di satu organisasi, dia tetaplah terhukum di organisasi mana pun,” tandasnya.
Baca Juga:
Gelar Rakernas, Ikadin Terus Memperjuangkan Wadah Tunggal Organisasi Advokat
Ketika ditanya apakah “dukungan”-nya terhadap sistem multi bar ini juga sudah menjadi sikap resmi dari BPPH Pemuda Pancasila, Tohom menyebutnya dengan istilah “wacana yang menguat”.
“Secara resmi, ini memang sikap pribadi saya, dan belum menjadi pilihan formal dari BPPH Pemuda Pancasila yang disahkan lewat forum organisasi. Namun, saya melihat, multi bar ini sudah menjadi wacana yang menguat di tubuh BPPH Pemuda Pancasila. Hal ini tentu tak lepas dari jargon Pemuda Pancasila sendiri, yakni tidak ke mana-mana, tapi ada di mana-mana,” pungkas Tohom. [dny]