"Apakah dilakukan di muka umum atau tidak, menurut saya definisi pornografi memang tidak semata-mata harus dilakukan di muka umum. Jadi dalam UU Pornografi khususnya di Pasal 1 Angka 1, perbuatannya itu bisa dalam bentuk media komunikasi lain," ujarnya.
Kendati demikian, Aan menilai, penangkapan polisi masih tebang pilih melihat latar belakang si pemilik akun.
Baca Juga:
Percepat Pengembangan EBT, PLN Gandeng Danish Energy Agency
Indikasinya, ada begitu banyak akun di Onlyfans dan media sosial lain yang memproduksi konten pornografi namun masih bebas berkeliaran.
Pun, tak semua orang yang terlibat dalam konten pornografi mendapat tindakan hukum yang setara. Dia mencontohkan para penyebar yang kerap luput ditangkap dalam kasus pornografi cyber.
Penangkapan yang pilih-pilih itu merupakan contoh permasalahan hukum di Indonesia.
Baca Juga:
Gandeng Danish Energy Agency, PLN Kebut Pengembangan EBT Andal-Terjangkau di Tanah Air
"Memang ini problem hukum kita apalagi terkait dengan UU ITE, karena kan masif, yang punya [konten] juga banyak" ucapnya.
"Kalau menggunakan Pasal 55 KUHAP soal penyertaan, yang kena itu banyak, semuanya kena, gak hanya pembuatnya saja, atau penyebarnya, yang turut serta juga kena, harusnya begitu," sambung Aan.
Aan menduga aparat kepolisian hanya akan menangkap tokoh publik yang melakukan dugaan tindak pidana pornografi.