Payan mengatakan salah satu hal yang sangat menyedihkan dari korban penculikan adalah statusnya yang tidak diketahui. Hal ini membuat penculikan itu masih terus berlangsung selama keberadaan korban, termasuk anaknya, belum terungkap.
"Penculikan itu masih berjalan terus sampai dengan diketahuinya status dari anak itu, dan itu menjadi (hal) menyakitkan kami yang setiap hari mencari keadilan itu sendiri," ujar Payan.
Baca Juga:
Wali Kota Bekasi Dampingi Pangdam Jaya Resmikan Makodim 0507/Bekasi
Payan mengaku tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Ia berharap Jokowi mau melaksanakan rekomendasi Komnas HAM atas kasus penghilangan paksa itu.
Di sisi lain, keluarga korban penculikan 1997-1998 merasa Jokowi tidak mengarah pada penyelesaian HAM berat. Ia mengaku tidak habis pikir Untung diangkat sebagai Pangdam Jaya.
"Kenapa sudah melakukan kejahatan tapi kok masih bisa diterima sebagai anggota TNI dan dapat jabatan yang sangat mentereng di dalam negara kita ini. Saya tidak habis pikir lah," tutur Payan.
Baca Juga:
Kodam Jaya Menerima Bantuan 6000 Susu dari PT Cimory Group
Tim Mawar merupakan tim kecil yang berasal dari kesatuan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Grup IV TNI AD. Tim Mawar beranggotakan 10 orang yang dibentuk oleh Mayor Bambang Kristiono pada Juli 1997.
Selain Untung, Anggota Tim Mawar adalah Kapten Inf. Fausani Syahrial Multhazar, Kapten Inf. Nugroho Sulistyo Budi, Kapten Inf. Yulius Selvanus, Kapten Inf. Dadang Hendrayudha, Kapten Inf. Djaka Budi Utama, Kapten Inf. Fauka Noor, Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto, dan Sertu Sukadi.
Tugas Tim Mawar adalah memburu dan menangkap aktivis pro demokrasi menjelang kejatuhan rezim militer Soeharto. Operasi tim ini kemudian terbongkar. Kristiono dan 10 anggota Tim Mawar pun diseret ke Mahkamah Militer Tinggi II pada April 1999.