Sebagai informasi, Jaksa Agung ST Burhanuddin beranggapan bahwa tuntutan hukuman mati bagi terdakwa kasus korupsi kelas kakap harus dikaji agar dapat dilakukan. Ia mengklaim bahwa masyarakat pun memandang penerapan hukuman mati terhadap koruptor sebagai perlindungan hak asasi manusia (HAM).
Burhanuddin mengibaratkan koruptor sebagai seorang penjahat kemanusiaan. Ia mengatakan bahwa mereka adalah musuh bersama yang harus ditumpas.
Baca Juga:
Selama Januari-Juni 2024, Kejati Sumut Tuntut 44 Terdakwa Kasus Narkoba dengan Hukuman Mati
Sehingga, Ia meminta agar pihak-pihak yang tak mendukung gagasan pemberian hukuman mati bagi koruptor dapat memberikan pengkajian yang utuh terkait dasar argumentasi yang dikeluarkannya. Ia menegaskan bahwa negara dapat mengabaikan HAM apabila orang tersebut tak melakukan kewajiban asasi yang diatur dalam perundang-undangan.
Sementara itu, Kejaksaan Agung membeberkan sejumlah alasan yang membuat pihaknya menuntut mati terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan PT ASABRI (Persero), Hery Hidayat dalam sidang yang digelar pada Senin (6/12).
Dalam hal ini, salah satu pertimbangan yang dinilai jaksa memberatkan tuntutan tersebut ialah Heru juga merupakan terpidana dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi PT Jiwasraya (Persero) yang merugikan keuangan negara hingga Rp16,8 triliun. Dimana, dalam kasus itu atribusi keuntungan Heru mencapai Rp10,7 triliun.
Baca Juga:
JPU Pasaman Tuntut Pidana Mati Terhadap Tiga Terdakwa Narkoba Sabu-Sabu di Sumbar
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan bahwa skema kejahatan yang dilakukan terdakwa di kedua kasus mega korupsi tersebut sangat sempurna dan dilakukan secara berulang-ulang.
Jaksa menilai bahwa perbuatan terdakwa telah mengakibatkan banyak korban dari unsur TNI, Polri hingga PNS di Kementerian Pertahanan yang menjadi peserta di PT ASABRI (Persero) merugi. Sehingga tindakan tersebut dinilai telah mencabik-cabik rasa keadilan masyarakat dan hancurkan wibawa negara. (tum)