Mendengar hal ini, Flora menjelaskan bahwa jika pelaku mengetahui pernyataannya merupakan penistaan terhadap agama lain, yang berarti ia sengaja melontarkan pernyataan tersebut, maka unsur kesengajaan terpenuhi.
"Dia mengetahui bahwa saat itu unsur penghinaan atau penistaan terhadap suatu golongan tertentu maka hal tersebut berarti memenuhi unsur kesengajaan, kebencian," ujarnya.
Baca Juga:
Kasus Ujaran Kebencian, Yahya Waloni Divonis 5 Bulan Penjara
Dalam sidang yang sama, ahli Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Universitas Hayam Wuruk Perbanas Surabaya Ronny menyebut Pasal 28 ayat 2 UU ITE mengatur sanksi terhadap penyebaran informasi bermuatan kebencian dan SARA, terutama melalui medium teknologi informasi.
Menurut Ronny, tersebarnya video ceramah Yahya Waloni berpotensi menimbulkan kebencian.
Ronny juga mengutip pendapat ahli bahasa yang mengatakan bahwa ceramah Yahya Waloni bisa menimbulkan kebencian antara individu atau kelompok masyarakat. Ceramah tersebut, kata dia, menyinggung persoalan agama yang merupakan bagian dari SARA.
Baca Juga:
Pengadilan Vonis Yahya Waloni 5 Bulan Penjara Karena Kasus Ujaran Kebencian
"Dalam perkara ini setelah memperhatikan keterangan dari ahli agama dan ahli bahasa saya menyimpulkan bahwa ini menyinggung video ini tentang agama," ujar dia.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mendakwa mubalig Muhammad Yahya Waloni telah menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Ujaran kebencian itu Yahya sampaikan saat memberikan ceramah di Masjid Jenderal Sudirman WTC, Jakarta Pusat pada 21 Agustus 2019. Ceramah Yahya juga diunggah di kanal Youtube masjid tersebut dan disaksikan banyak orang.