"Dalam skema Ponzi, saat seseorang terikat dengan satu penyelenggara pinjaman online ilegal dan mengalami kegagalan pembayaran utang maka orang tersebut akan berupaya meminjam dari penyelenggara pinjaman online ilegal lainnya yang sebenarnya merupakan bagian dari grup penyelenggara pinjaman online ilegal yang sama," ujarnya.
Oleh karenanya beban utang dengan bunga tinggi yang ditanggung oleh orang tersebut menjadi semakin besar.
Baca Juga:
Rontoknya Raksasa Fintech, Investree Hadapi Likuidasi Usai Pencabutan Izin OJK
Berdasarkan analisis PPATK, ditemukan adanya dugaan aliran dana hasil kejahatan yang berasal dari dan luar wilayah Indonesia dan digunakan sebagai modal dalam bisnis pinjaman online ilegal tersebut.
Interkonektivitas di antara lembaga keuangan dalam negeri maupun lembaga keuangan internasional serta pesatnya aliran dana masuk dan keluar Indonesia (illicit financial flows) yang berasal dari upaya mengaburkan, menyamarkan asal-usul uang dari tindak pidana asal seperti korupsi atau narkoba merupakan hal yang perlu diwaspadai sehingga tidak menciderai pertumbuhan ekonomi.
OJK menyebutkan sampai dengan 30 September 2021 sudah ada Rp262,93 triliun akumulasi pinjaman yang disalurkan kepada masyarakat dengan 71,06 juta rekening pengguna.
Baca Juga:
OJK: Generasi Z dan Milenial Picu Lonjakan Kredit Macet di Fintech
Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Financial Technology Otoritas Jasa Keuangan Tris Yulianta menyampaikan setidaknya ada empat faktor pendorong utama banyaknya masyarakat terjebak pinjaman illegal (pinjol) illegal. Pertama, kebutuhan peminjam yang mendesak untuk menyambung hidup dan kebutuhan dasar lainnya. Kedua, kemudahan dalam berhutang dengan menggunakan aplikasi dengan persyaratan mudah dan pencairannya cepat. Ketiga, mudah membuat aplikasi dan penawaran dan keempat, literasi keuangan dan literasi digital masih rendah.
‘’PPATK bersama LPP (Lembaga Pengawas dan Pengatur) berupaya meningkatkan risk awareness dan prudential standard sehingga Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) akan membantu khususnya penyedia jasa keuangan bank dan non bank.
Hadir dalam FGD tersebut perwakilan dari Otoritas Jasa Keuangan, Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan PPATK. (tum)