"Kalau pengunjung atau konsumen datang ke pasar dia hanya bawa KTP, kemudian tidak membawa gawai kan tidak bisa beli, karena harus pakai PeduliLindungi," jelas Reynaldi.
Meski begiu, Reynaldi menuturkan sejatinya para pedagang hanya akan mengikuti apa yang menjadi arahan pemerintah. Ia mendorong agar upaya sosialisasi yang direncanakan pemerintah dapat dilakukan secara masif. Sehingga implementasi dari kebijakan minyak goreng curah menggunakan aplikasi PeduliLindungi dapat diterapkan dengan baik.
Baca Juga:
Kumpulkan Minyak Jelantah Dapat Reward Poin dan Saldo Rp 6.000 per Liter dari Pertamina
Sementara itu, Ekonom dari Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira Adhinegara memaparkan bahwa pemerintah seharusnya membuat masyarakat menjadi lebih mudah untuk membeli minyak goreng curah. Apalagi, minyak goreng curah adalah hak rakyat Indonesia.
"Pembelian minyak goreng sebaiknya dibuat lebih mudah, tidak perlu pakai aplikasi dan menunjukkan KTP," kata Bhima.
Bhima menyarankan, apabila pemerintah ingin penyaluran minyak goreng curah tepat sasaran dapat menyalurkan ke penerima bantuan dengan data Data Terpadu Kesejahteraan Sosial atau bagi UMKM penerima BPUPM.
Baca Juga:
Disperindag Sigi Catat Delapan Komoditi Alami Kenaikan Harga, Termasuk Cabai dan Minyak Goreng
"Sinkronisasi data tidak perlu pakai Peduli Lindungi, cukup gunakan data yang sudah ada," imbuh Bhima.
Bhima merasa ragu dengan kebijakan pembelian minyak goreng yang menggunakan aplikasi PeduliLindungi ini bisa berjalan. Sebab, konsumen minyak goreng curah rata-rata masyarakat kelas menengah ke bawah, di mana jarang yang memiliki smartphone.
"Sasaran migor juga dipertanyakan, karena masyarakat miskin membeli migor harus punya handphone yang ada internetnya jelas mempersulit akses pemenuhan kebutuhan dasar. Khawatir kebijakan ini justru dinikmati kelas menengah karena lebih memahami teknologi," tutur Bhima. [tum]