Konsumen.WahanaNews.co | Khusus 2021, pemerintah menerbitkan obligasi hijau atau Surat Utang Negara (SUN) Sustainable Development Goals (SDG) senilai 500 juta euro. Obligasi itu menawarkan suku bunga terendah sepanjang sejarah yakni 1,3 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah menerbitkan obligasi hijau sebesar US$4,8 miliar atau Rp72 triliun (asumsi kurs Rp15 ribu per dolar AS) sejak 2018.
Baca Juga:
PLN Indonesia Power Dukung Target NDC Lewat Perdagangan Karbon
"Pemerintah Indonesia sejak 2018 telah menerbitkan obligasi hijau senilai US$4,8 miliar, termasuk yang berbentuk sukuk atau syariah," ungkap Sri Mulyani dalam Joint G20/OECD Corporate Governance Forum di Bali, Kamis (14/7).
"Tahun lalu, 2021, kami menerbitkan (obligasi pembangunan berkelanjutan) dan ini menjadi negara pertama di Asia Tenggara dengan suku bunga terendah yang pernah ada," jelasnya.
Menurut Sri Mulyani, pemerintah sengaja menerbitkan obligasi hijau untuk membiayai sejumlah proyek ramah lingkungan. Hal ini sekaligus menjadi upaya pemerintah menghadapi perubahan iklim.
Baca Juga:
Lewat Perdagangan Karbon, PLN Indonesia Power Dukung Target NDC
"Pemerintah Indonesia juga termasuk yang aktif mengeluarkan atau merancang yang hijau sebagai salah satu instrumen untuk mencapai tujuan berkelanjutan termasuk komitmen terhadap perubahan iklim," kata Sri Mulyani.
Dalam kesempatan sebelumnya, Sri Mulyani mengatakan Indonesia sedang berjuang mengurangi emisi karbon dan gas rumah kaca dalam menghadapi perubahan iklim.
Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 314 juta ton CO2 (karbon dioksida) pada 2030. Hal ini ini sesuai dengan target Nationally Determined Contribution (NDC).
Di sisi lain, jumlah masyarakat di Indonesia terus bertambah. Dengan demikian, kebutuhan listrik juga meningkat.
Berdasarkan hitungan Sri Mulyani, negara membutuhkan dana hingga Rp3.500 triliun untuk meningkatkan produksi listrik sekaligus mengurangi emisi bersih.
"Jadi berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk terus meningkatkan produksi listrik sekaligus mengurangi emisi CO2 sebesar 314 juta ton? Ini adalah biaya mengejutkan US$243 miliar. Dana US$243 miliar hanya listrik. Saya akan menerjemahkan ini Rp3.500 triliun," papar Sri Mulyani.
Sri Mulyani menjelaskan dana yang dibutuhkan untuk menurunkan emisi bersih dan menaikkan produksi listrik lebih tinggi dari target belanja negara pada APBN 2022 yang hanya Rp3.106 triliun.
"APBN kita sekitar Rp3.000 triliun. Ini perlu dana besar yang perlu dimobilisasi," ujar Sri Mulyani.
Untuk itu, pemerintah membutuhkan banyak bantuan untuk mencapai target NDC. Misalnya, peran swasta ikut turun tangan menggelontorkan dana untuk memproduksi listrik sekaligus mengurangi emisi karbon di dalam negeri.
Indonesia juga meminta bantuan kepada negara lain untuk menutup kebutuhan biaya memproduksi listrik sekaligus mengurangi emisi bersih di Indonesia. [tum]